Kejadian banjir bukan kali pertama dialami Yuni dan tetangganya. Hampir setiap tahun rumahnya kebanjiran sejak 2021 lalu. Bahkan, tahun ini sudah tiga kali rumahnya kebanjiran.
”Sebelumnya enggak pernah banjir. Kalau tidak salah banjir yang sampai masuk rumah itu terjadi tahun 2021 dan hampir setiap tahun sejak tahun itu kebanjiran. Tahun ini sudah tiga kali kebanjiran, pertengahan Januari, awal Maret dan pertengahan April dan setiap banjir masuk rumah selalu mengungsi ke rumah ibu mertua dekat rumah saya, yang bangunannya lebih tinggi, tapi hari ini air sudah mulai masuk dapur rumah orang tua,” katanya.
Kejadian banjir cukup membuatnya kerepotan mengamankan barang-barang dan perabotan rumah.
”Kemarin saya dan suami sudah angkut-angkut barang. Hari ini air naik lagi, angkut barang lagi. Berkas-berkas juga sempat terkena banjir karena lupa diamankan. Baju di lemari bagian bawah juga sudah terendam dan laci perabotan yang biasa tidak sampai terendam ini sampai tergenang banjir,” ujarnya.
Seisi rumahnya sudah bagaikan ketumpahan air teh, akibat genangan air sungai yang berwarna kemerahan.
”Dari dua kali banjir sebelumnya. Ini banjir yang paling dalam. Saya mengira pemerintah daerah mengeruk anak sungai dan drainase bisa berkurang mengatasi banjir, ternyata malah semakin parah,” katanya.
Meskipun mengalami banjir yang membuat pekerjaannya tak fokus, Yuni tak kaget dengan banjir yang dialami.
”Sudah sering banjir, jadi sudah tidak kaget lagi. Dijalani, dinikmati, disyukuri saja. Alhamdulillah masih bisa tidur di tempat yang sangat layak. Mungkin begini rasanya penderitaan warga Desa Hanjalipan yang sudah terbiasa rumahnya kebanjiran, menjadi hal yang biasa. Mereka menerima keadaan dan menghadapi kenyataan,” katanya. (hgn/ign)