Sengsara ”Dihantam” Kebijakan Penguasa, Larangan Ekspor CPO ”Pukul” Petani Sawit

Antrean kendaraan pengangkut kelapa sawit
ANTRE PANJANG: Antrean kendaraan pengangkut kelapa sawit di salah satu peron pembelian kelapa sawit di Desa Purwareja, Kecamatan Sematu Jaya, Kabupaten Lamandau. (RIA MEKAR ANGGREANY/RADAR SAMPIT)

NANGA  BULIK – Kebijakan pemerintah melarang ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) langsung menghantam usaha perkebunan kelapa sawit. Harga tandan buah segar (TBS) terjun bebas. Sejumlah penampung TBS dari petani terpaksa tutup. Para petani sawit terancam sengsara akibat kerugian berkepanjangan.

Di Kabupaten Lamandau, antrean truk dan pikap mengular di Jalan Trans Kalimantan menuju pintu masuk salah satu tempat penampungan pembelian TBS kelapa sawit (peron) di Desa Purwareja, Kecamatan Sematu Jaya. Beberapa sopir mengaku sudah antre sejak sehari sebelumnya.

Bacaan Lainnya

”Sebagian besar peron tutup. Sudah keliling cari peron, cuma ini yang masih buka dan harganya masih Rp 2.900. Yang lain sudah tidak terima buah lagi,” kata Yanto, petani kelapa sawit, Senin (25/4).

Sejumlah petani mengaku tak mengetahui penyebab anjloknya harga sawit yang terjadi secara tiba-tiba. Banyak peron yang tutup sejak Sabtu lalu. Padahal, buah hasil panen harus segera dijual agar tidak busuk.

Baca Juga :  Kabut Misteri Kematian PNS RSUD Murjani, Sudah Puluhan Saksi Diperiksa

”Kabarnya buah banjir. Banyak pabrik yang tidak terima buah, jadi harga turun,” ujar Yanto.

Anjloknya harga sawit merupakan imbas kebijakan Presiden RI Joko Widodo yang menghentikan ekspor minyak sawit mentah. Meskipun kebijakan tersebut mulai berlaku 28 Aprti, efeknya sudah mulai dirasakan para petani.

Sejumlah peron menetapkan harga pembelian berbeda, yakni dari Rp 2.000 per kilogram hingga tertinggi Rp 2.900 per kilogram. Padahal, beberapa hari sebelumnya harga TBS masih Rp 3.500. Banyak peron memilih tutup lebih awal sebelum Lebaran, karena tidak mau menanggung risiko kerugian, mengingat harga TBS di pabrik juga turun menurun.

”Semoga fenomena ini cuma sebentar. Padahal, kami perlu uang untuk Lebaran. Tapi, harga sawit malah jatuh, sementara harga pupuk dan obat-obatan tanaman tidak pernah turun. Naik terus,” keluhnya.

Sejumlah pabrik kelapa sawit di Lamandau hingga kemarin sebagian besar masih menerima TBS dari petani. Namun, setiap pabrik menerapkan harga berbeda-beda. Termurah Rp 2.400 per kilogram dan termahal di harga Rp 3.250 per kilogram.



Pos terkait