Dia pun mengklaim, perluasan itu ditujukan untuk memberi ruang pada mahasiswa yang orangtuanya memang mampu. Misalnya, untuk orang tua mahasiswa dengan penghasilan di atas Rp 100 juta untuk memberikan subsidi kepada orang-orang yang tidak mampu.
”Kalau sekarang dibatalkan, ya saya kira tidak ada masalah. Pun saya kira kawan-kawan menaikkan itu hanya ada yang 3 persen, hanya yang ada yang 10 persen, tidak ada yang sampai ratusan persen itu tidak ada itu,” ungkapnya.
Dengan pembatalan ini, maka sistem UKT bakal kembali seperti tahun lalu. Karenanya, dia berharap, dengan pembatalan ini maka tak ada gaduh berkepanjangan soal UKT ini. Apalagi polemik UKT ini pun kian hari kian panas.
Lalu, dengan pembatalan ini, bagaimana dengan para mahasiswa yang sudah membayar penuh? Ganefri menjelaskan, bahwa soal teknis pembatalan ini diserahkan sepenuhnya ke masing-masing PTN. Dipastikan, masyarakat tidak akan mengalami kerugian.
Selain itu, lanjut dia, sejauh ini, UKT yang diumumkan baru terbatas untuk calon mahasiswa yang telah diterima melalui jalur seleksi nasional berbasis prestasi (SNBP).
Jumlahnya pun hanya 20 persen dari total kuota mahasiswa baru yang akan diterima di PTN. Sementara, untuk seleksi nasional berbasis tes (SNBT) dan mandiri masih belum. Lantaran proses seleksi masih berjalan untuk SNBT.
”Jadi kalau yang dari SNBP, itu pun kami melihat dari data yang di teman-teman itu memang tidak banyak. Tidak signifikan lah (jumlah yang sudah bayar, red),” tuturnya.
Di samping itu, Rektor Universitas Negeri Padang (UNP) ini juga memiliki harapan besar pada Kemendikbudristek pasca dibatalkannya kenaikan UKT ini. Dia berharap, pemerintah bisa membantu operasional PTN-PTN melalui bantuan operasional penyelenggaraan pendidikan tinggi (BOPTN). Mengingat, secara hitung-hitungan, masih jauh dari biaya yang dibutuhkan. (lyn/mia/wan/jpg)