”Kalau sekarang sudah lambat. Ini dampaknya sudah sangat besar. Bukan hanya kesehatan, tapi sektor lain. Jangan sampai terjadi seperti beberapa tahun lalu, ada yang meninggal dunia gara-gara asap. Hal itu yang kita cegah. Pemerintah pusat dan daerah seharusnya belajar dari kesalahan dulu,” tegasnya.
Halim menambahkan, jika sadar diri, pejabat yang tak mampu mengatasi kondisi ini harusnya tak dipaksakan. Berikan pada pejabat atau yang lebih mampu serta berkompetensi melakukan pencegahan.
”Ingat, anggaran yang ada bukan hanya dalam mengatasi setelah kejadian, tetapi antisipasi. Terus ke mana anggaran antisipasi? Makanya, kalau pejabat seperti dinas terkait tidak mampu, ganti saja. Biar segera diatasi dan jangan terulang lagi,” katanya.
Dia melanjutkan, pemerintah bisa saja digugat, seperti yang pernah dilakukan sejumlah aktivis lingkungan terkait bencana asap. Majelis hakim sependapat pemerintah sangat lalai dan tidak melakukan pencegahan secara optimal, sehingga melakukan perbuatan melawan hukum.
Pengamat hukum lainnya, Parlin Hutabarat mengatakan, masyarakat harus diberikan ruang lingkup hidup yang layak. Dalam kondisi ini, pemerintah sudah tidak melakukan hal tersebut.
”Karhulta ini ada tindak pidana, tetapi tidak ada tindakan dari aparat. Maka kita bisa salahkan penegak hukum. Ke mana mereka? Karhutla ini bisa diprediksi, apalagi penyebab kebakaran itu diduga sengaja dan tidak mungkin gara-gara api turun dari langit,” tegasnya.
Parlin menyoroti karhutla di Palangka Raya yang belum ada tersangka. Padahal, sudah ratusan kali terjadi. Masyarakat bisa mempertanyakan hal tersebut.
”Anggaran penanganan hukum karhutla ini ada. Sangat disayangkan. Harus dievaluasi ini. Bukan hanya di Polda, tetapi Polres bahkan Kapolri. Harus ada atensi khusus dari Kapolri. Jika jajaran tidak bisa melaksanakan penanganan, copot saja atau ganti pimpinannya,” katanya. (daq/ign)