Radarsampit.com – Jalan terjal membentang dalam upaya pengembangan Bandara Haji Asan Sampit. Peningkatan fasilitas tak bisa ditawar, mengingat bandara jadi salah satu urat nadi perekonomian daerah.
Rencana pengembangan Bandara Haji Asan Sampit memerlukan proses panjang. Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur tidak hanya harus menyediakan uang ganti rugi cukup besar untuk pembebasan lahan, tetapi juga akan menutup Jalan Bengkirai yang menjadi akses warga Baamang Hulu.
Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan Kotim Rafiq Riswandi mengatakan, meskipun pembebasan lahan sudah dilakukan untuk pemindahan gedung Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK).
Pemkab Kotim juga harus menyelesaikan masalah penerbangan. Salah satunya menutup jalan yang kerap dilintasi masyarakat.
”Kami sudah berkoordinasi dengan pihak bandara dan Kementerian Perhubungan, masih ada beberapa masalah yang harus dihadapi,” Rafiq Riswandi, Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan Kotim, Jumat (4/7).
Hasil koordinasi dengan pihak bandara dan Kemenhub, maskapai Nam Air menjadi pesawat terakhir yang bisa mendarat di Bandara H Asan Sampit, karena pesawat Boeing 737 type 500 sudah tidak diproduksi lagi.
”Rata-rata saat ini maskapai menggunakan pesawat Airbus, tetapi Bandara Haji Asan Sampit belum memadai didarati pesawat berbadan besar. Jadi, permasalahan kita bukan hanya pemindahan gedung PKP-PK tetapi juga Jalan Bangkirai yang harus ditutup,” ujarnya.
Pemkab Kotim sebelumnya juga menghadapi tantangan di sekitar Bandara Haji Asan Sampit yang ditumbuhi kebun sawit yang tinggi.
Kondisi itu mengganggu keamanan penerbangan yang menyebabkan jarak pandang pilot terbatas.
”Landasan pacu kurang lebar. Mereka mengilustrasikan saat Airbus turun itu pesawat besar, landasan pacunya mungkin saja cukup. Tetapi, saat pesawat memutar, dapat mengakibatkan atap rumah warga terbang karena kencangnya mesin pesawat,” katanya.
Kekuatan pesawat berbadan besar tersebut sangat besar sehingga memerlukan lapangan yang lebih lebar.