Terbukanya Standar Ganda Eropa Terhadap Sawit Indonesia

Terbukanya Standar Ganda Eropa Terhadap Sawit Indonesia
Tofan Mahdi, Juru Bicara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI)

JAKARTA – Motif asli di balik sikap, opini maupun regulasi negara-negara Eropa terhadap kelapa sawit Indonesia semakin terbuka lebar. Apa yang mereka kampanyekan tidak lebih dari sekadar perang dagang dalam pasar minyak nabati global.

“Jangan kaget kalau sekarang ini para produsen makanan di Eropa justru banyak mencari minyak kelapa sawit,” kata Tofan Mahdi, Juru Bicara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Jumat (22/4/2022).

Langkah produsen makanan di Eropa yang mencari kelapa sawit itu, menurutnya, akibat kelangkaan minyak nabati sebagai dampak perang Rusia dan Ukraina. Seperti diketahui, dua negara tersebut merupakan produsen minyak nabati dari bunga matahari dan canola.

Perang menyebabkan negara-negara Eropa kesulitan mendapat minyak nabati. Itu sebabnya mereka beralih ke minyak nabati dari kelapa sawit.

Perang Rusia versus Ukraina membawa dampak positif bagi produsen sawit seperti Indonesia. Perang itu menyebabkan produksi minyak bunga matahari dan canola turun drastis sehingga menyebabkan negara di Eropa kesulitan mendapat minyak nabati.

Padahal, menurut Tofan, selama ini aksi penolakan negara-negara di Eropa terhadap komoditas minyak kelapa sawit sangat keras. Mulai dari tudingan sebagai komoditas yang merusak hutan, tidak ramah lingkungan, berbahaya bagi kesehatan dan lain sebagainya.

Baca Juga :  Tito Karnavian Ditunjuk Jadi Plt Menko Polhukam

Termasuk dengan memberi label “palm oil free” pada produk makanan yang mengesankan makanan dengan kandungan palm oil atau minyak kelapa sawit harus dihindari. “Terbukti, selama ini mereka melakukan kampanye negatif itu hanya karena perang dagang. Nyatanya mereka tidak mampu konsisten dengan sikap sebelumnya,” ujar Tofan.

Jika kampanye mereka memang didasari hasil riset, seharusnya tetap tidak berani mengambil risiko mengkonsumsi minyak sawit akibat kekurangan pasokan minyak nabati. “Mereka seakan lupa pernah melakukan black campaign,” tegas Tofan.

Karena itu, mantan jurnalis yang kini aktif mengkampanyekan potensi dan dampak minyak sawit Indonesia, berharap masyarakat lebih memahami kepentingan lain di balik kampanye negatif yang dilakukan negara-negara Eropa. Apalagi, kontribusi minyak kelapa sawit Indonesia memang telah nyata.



Pos terkait