Terlalu Serakah sampai Membabat Hutan

Pemimpin Redaksi Radar Sampit Gunawan
Pemimpin Redaksi Radar Sampit Gunawan

***

Liputan menjelajah daerah pedalaman selalu jadi pengalaman menarik bagi saya selama jadi wartawan. Melintasi hutan lebat dengan segala kekayaannya. Merasakan langsung betapa nyamannya bernapas di tengah alam. Suara binatang yang silih berganti memecah kesunyian, jadi penghibur ketika kota menawarkan kebisingan deru mesin kendaraan.

Bacaan Lainnya

Itulah kenapa saya juga tak sepakat dengan para pembabat hutan. Apa pun alasannya. Apa pun tawarannya. Tak boleh ada toleransi. Ketika saya membaca berita ancaman pembabatan di Tumbang Ramei, otak dan hati saya langsung merespons dengan cepatnya. Ternyata ada orang-orang jahat yang berupaya merampas penyangga kehidupan.

Hutan yang ada sekarang jadi benteng kita bertahan dari bencana. Hutan itu juga jadi tempat hidup dan berlindung berbagai makhluk ciptaan-Nya. Anugrah tiada tara yang diturunkan pada manusia. Sudah seharusnya kita menjaganya. Bukan merampasnya. Bukan merusaknya.

Baca Juga :  Lebih dari Sekadar Apotek: Mengungkap Peran Apoteker di Industri Farmasi

Benarlah bahwa hasil hutan itu bisa mencapai ratusan miliar. Bahkan triliunan. Dari kayunya. Nilai investasinya. Luar biasa memberi pemasukan untuk negara. Untuk pembangunan. Sampai masyarakatnya. Itu pun kalau benar-benar untuk negara.

Dalam banyak kasusnya, tak jarang sebagian uang itu masuk kantong para penjahat berdasi yang tamak dan serakah. Tak pernah puas pada apa yang didapatnya. Ada banyak deretan tersangka hingga terpidana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bisa membuktikannya.

Merusak hutan sama artinya kita meninggalkan warisan kelam untuk generasi masa depan. Mereka di masa selanjutnya yang akan merasakan dampak buruknya. Kita mewariskan bencana untuk anak dan cucu kita. Bencana yang bisa jadi malaikat pencabut nyawa. Setega itukah kita? Sejahat itukah kita?

Orang-orang jahat, tamak, dan serakah itu memang akan selalu ada. Tapi, orang baik yang masih berpegang pada nilai-nilai kehidupan dan kemanusiaan selalu ada pula menentangnya. Tinggal kita mau berpijak di sisi mana. Saya harap, kita semua memilih opsi kedua.

Ingat-ingatlah lagi kata mendiang raja pop dunia dalam lagunya; sembuhkan bumi kita dari sakit parahnya. Dunia adalah bagian dari surga. Jangan kita menambah kerusakannya. Hutan yang tersisa, harus dijaga sampai akhir pengujung tarikan napas kita. ([email protected]/Pemimpin Redaksi Radar Sampit)



Pos terkait