Terlalu Serakah sampai Membabat Hutan

Pemimpin Redaksi Radar Sampit Gunawan
Pemimpin Redaksi Radar Sampit Gunawan

Saya tak akan membahas detail perusahaan yang sedang gencar-gencarnya membabat hutan di Antang Kalang. Kabarnya bisa dibaca dari berita yang terbit di Radar Sampit dalam beberapa pekan ini.

Masyarakat setempat menolak keras hutan di wilayah itu diubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Mereka tak terima sumber kehidupannya dirampas. Warisan kekayaan nenek moyang yang tak ternilai harganya.

Bacaan Lainnya
Pasang Iklan

Hutan itu menyimpan kayu langka dengan usia ratusan tahun. Beragam satwa, mulai dari langka hingga biasa, hidup di dalamnya. Tuhan begitu baiknya menyediakan rumah yang nyaman bagi ciptaannya.

Bayangkan jika hutan itu hilang. Satwa tak lagi punya tempat perlindungan. Warisan bersejarah akan lenyap seketika dengan menyisakan segudang masalah.

Sikap warga Tumbang Ramei mengingatkan saya pada Kinipan. Desa di Lamandau yang juga memiliki kawasan hutan. Warga setempat harus ”berdarah-darah” menjaga tanahnya dari kehancuran.

Berbagai intrik dijalankan perusahaan yang celakanya diduga berkongsi dengan oknum pemerintahan agar investasi dengan membabat hutan itu lancar tanpa hambatan. Sampai menggunakan tangan hukum dengan kasus korupsi yang mengada-ada untuk menjerat kepala desa. Perkara itu akhirnya terbukti kriminalisasi dengan bebasnya sang pimpinan.

Baca Juga :  Manfaat Salat Tarawih dalam Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental

Bisnis perkebunan kelapa sawit sebenarnya tak ada salahnya. Usaha itu juga jadi penopang hidup sebagian masyarakat kita. Menjadi salah ketika ketamakan dan keserakahan menyertainya. Hutan pun jadi sasaran demi menumpuk kekayaan yang pasti akan terus berasa kurang.

Sudah banyak contoh nyata bahwa perusakan hutan itu meninggalkan nestapa. Banjir yang menerjang sejumlah daerah baru-baru ini jadi buktinya. Luasan bencana terus bertambah seiring semakin berkurangnya tutupan hutan.

Puluhan ribu warga jadi korban bencana. Ada pula yang sampai meninggal dunia akibat tenggelam. Bisa dibayangkan, betapa mengerikannya dampak di masa depan terhadap kerusakan lingkungan. Nyawa manusia jadi taruhannya.

Mengutip arsip pemberitaan Radar Sampit, kawasan hutan Kotim tercatat 70 persen. Akan tetapi, karena pembukaan lahan, hanya tinggal 30 persen dari total 1.554.456 hektare luas Kotim.



Pos terkait