Teror Predator Kian Meresahkan di Kotim, Enam Buaya Bermunculan

Buaya
OBSERVASI: Komandan BKSDA Pos Jaga Sampit saat observasi di lokasi serangan buaya, Desa Bagendang Tengah, Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Selasa (24/5). (IST/RADAR SAMPIT)

SAMPIT , RadarSampit.com– Korban serangan buaya, Srimahwiyah (42), warga Desa Bagendang Tengah, Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), masih dalam perawatan intensif di RSUD dr Murjani Sampit. Serangan tersebut membuat korban mengalami patah tulang rawan dan pergeseran persendian lutut kiri.

”Untuk sementara dokter memasang gif pada kaki korban. Kami berdoa semoga korban lekas sembuh dan dapat kembali beraktivitas,” kata Komandan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Pos Jaga Sampit Muriansyah, Selasa (24/5).

Bacaan Lainnya

Setelah menjenguk korban, Muriansyah bergerak menuju lokasi kejadian serangan buaya untuk melakukan observasi. Pihaknya lalu berdiskusi untuk mengatasi penanganan konflik antara manusia dan buaya di Kecamatan MHU, khususnya di sekitar Sungai Sampit, wilayah Ramban.

Dari hasil observasi, Muriansyah mengatakan, buaya yang menyerang korban merupakan jenis sapit atau senyulong dengan panjang sekitar 3 meter. ”Dari informasi warga, sebelum banjir buaya jarang terlihat berkeliaran di sekitar rumah warga. Namun, pada banjir kali ini, saat malam hari, buaya sering menampakkan diri. Bahkan sampai kolong rumah warga yang tinggal di bantaran sungai,” ujarnya.

Baca Juga :  Polres Lamandau Gagalkan Penyelundupan Sisik Tenggiling  

Dia melanjutkan, buaya kian sering menampakkan diri. Ada enam ekor buaya dengan ukuran tubuh yang berbeda-beda, terlihat di beberapa titik.

”Dari pengamatan kami, banyak rumah yang bagian belakangnya terendam air sungai. Keterangan warga, diduga kuat buaya yang muncul datang dari daerah hulu sungai. Namun, ini masih perlu pembuktian dan penelusuran lebih lanjut,” katanya.

Muriansyah mengatakan, saat terendam banjir, memang rawan serangan buaya. Saat kemarau, buaya sering terlihat berjemur dan berkumpul di sungai.

”Yang melihatnya berjemur para nelayan atau motoris saja, karena memang kerjaannya di sekitar sungai. Bagi nelayan, itu sudah menjadi hal biasa dan wajar,” ujarnya.

Semakin seringnya predator tersebut muncul, lanjutnya, membuat warga resah. Terutama yang tinggal di bantaran sungai.



Pos terkait