Lisnawati, istri Asang, yang sempat ikut membantu suaminya selama proyek itu dikerjakan, mengaku pernah dijanjikan seorang kades yang memastikan akan membayar upah pekerjaan suaminya. Bahkan, kades tersebut berniat menyerahkan asetnya berupa bangunan sebagai jaminan.
”Kades itu berniat menyerahkan gedungnya untuk pembayaran, asalkan kami tak melapor (pada aparat penegak hukum terkait tunggakan pembayaran proyek, Red). Tapi, kami tunggu-tunggu, tak dibayar juga,” ujarnya kepada Radar Sampit saat ditemui di kediamannya, Tumbang Sanamang, Senin (21/3).
Janji yang tak kunjung ditepati membuat Asang habis kesabaran. Dia akhirnya melaporkan masalah tersebut ke Kejati Kalteng pada 2 Februari 2021. Asang mengadukan sembilan kades yang belum membayar penuh upahnya dengan tuduhan penyelewengan dana desa. Totalnya sebesar Rp 2.112.780.000.
”Tidak ada iktikad baik dari aparat di (sembilan) desa itu supaya mereka mau membayar sisa pekerjaan kami. Makanya kami terpaksa membawa kasus ini ke jalur hukum,” kata Asang kepada wartawan, Februari 2021 silam.
Selain ke Kejati Kalteng, Asang juga berupaya memperjuangkan haknya dengan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Kasongan. PN Kasongan mengabulkan gugatannya pada 16 Agustus 2021.
Dalam putusannya, Majelis Hakim menghukum sembilan kades membayar sisa pekerjaan jalan yang dikerjakan Asang sebesar Rp 1,6 miliar. Putusan itu diperkuat lagi oleh Pengadilan Tinggi Palangka Raya pada 26 Oktober 2021. Meski demikian, ketetapan tersebut belum bisa dilaksanakan, karena masih kasasi di Mahkamah Agung.
Kepada Radar Sampit saat ditemui di kediamannya, Kepala Desa Rantau Bahai Rusianto mengatakan, pihaknya bukan sengaja tak ingin membayar. Hanya saja, dia bersama kades lainnya menunggu kelengkapan berkas persyaratan pengerjaan proyek, di antaranya rencana anggaran biaya (RAB).
”Saat kami rapat di Tumbang Sanamang (ketika penandatanganan SPK), Pak Camat (Hernadie) menyatakan siap membuat semua persyaratan administrasinya, tapi kami tunggu-tunggu sampai sekarang tak ada. Makanya kami tak berani (membayar), takut melanggar hukum,” katanya.