Dia berterima kasih karena PT Tapian Nadenggan telah menggelar kegiatan tersebut. Dengan begitu, secara tidak langsung perusahaan juga telah menjaga kearifan lokal dan turut menyosialisasikan kegiatan-kegiatan seperti ini.
”Kalau memang bisa, dilaksanakan rutin setiap tahun, sebagai ungkapan rasa bersyukur dari perusahaan itu akan lebih bagus lagi. Maka dari itu, kami menyarankan kepada perusahaan kalau bisa dilaksanakan setiap tahun,” katanya.
Dari kegiatan semacam itulah, kata Walter, sekaligus menjadi momentum yang dapat digunakan pimpinan perusahaan untuk bertemu karyawan dan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi perkebunan.
”Dengan melaksanakan acara seperti ini, menyediakan makanan untuk masyarakat, ini juga sebagai ungkapan syukur perusahaan,” ujarnya.
Ritual Manyanggar diawali dengan menyediakan sesembahan yang dibutuhkan sesuai dengan kearifan lokal wilayah setempat. Sesembahan kemudian diletakkan di satu tempat yang telah disediakan yang dinamakan pasah atau tempat keramat.
”Pasah atau keramat ini dipergunakan untuk roh suci yang tidak kita lihat. Jadi tidak mengganggu kita beraktivitas di tempat lain. Itu nanti jadi tempat sakralnya,” terangnya.
Menurutnya, sesembahan di tempat keramat itu bisa diganti kapan saja, tergantung perusahaan, atau paling tidak setahun sekali, atau bisa juga saat ada yang menggelar hajatan.
”Kalau ada yang mau hajatan mungkin di luar itu silakan. Mau karyawannya atau mau siapa saja silakan,” ucapnya.
Setelah itu, ritual adat dilanjutkan dengan melakukan mamapas atau membersihkan roh-roh jahat di kawasan pabrik yang ada di perusahaan tersebut. ”Kami juga melakukan mamapas atau membersihkan roh-roh yang jahat, yang mengganggu atau segala macam yang mengganggu di situ, supaya aktivitas perusahaan bisa lancar,” ujarnya. (yn/adv)