”Setelah itu, istri terpidana menghubungi Kejari Lamandau pada Jumat (7/1) dan berjanji akan bersikap kooperatif serta bersedia menyerahkan diri secara sukarela. Tapi, ternyata DPO berserta istri dan anaknya sudah tidak dapat ditemui dan dihubungi lagi kontak teleponnya,” ujar Ma’ruf.
Tim lalu melacak ponsel istri Bachtiar yang ternyata telah meninggalkan Lamandau. Posisi terakhir berada di wilayah Karangawen, Demak. ”Atas informasi tersebut, tim langsung melakukan penangkapan terhadap terpidana,” jelasnya.
Setelah tertangkap dan dibawa ke Kejari Grobogan, Bachtiar tak berkutik lagi. Dia bersedia melaksanakan pidana penjara sesuai putusan Mahkamah Agung.
Sebelum dibawa ke Lapas Purwodadi, untuk melaksanakan pidana kurungan badan, terpidana menjalani tes kesehatan sekaligus test swab antigen dengan hasil negatif.
”Dia telah buron 16 tahun pada akhirnya mengakhiri pelariannya dengan menjalani pidana penjara karena terbukti bersalah sebagaimana putusan MA, yakni pidana penjara selama satu tahun dan menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 25.282.000. Dengan ketentuan apabila tidak dibayar dalam jangka waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, terpidana tersebut harus mengganti dengan hukuman selama satu bulan,” katanya.
Selain itu, terpidana juga wajib membayar denda sebesar Rp 10 juta subsider tiga bulan kurungan serta membebankan biaya perkara dalam dua tingkat peradilan yang dalam tingkat banding sebesar Rp 2.500.
Berhasil ditangkapnya buronan yang bersembunyi di Lamandau tersebut mendapat apresiasi warga Lamandau. ”Kami terkejut dan tidak menyangka, ternyata beliau selama ini buronan, padahal dulu guru dan sekarang Kepala SMK,” ucap salah satu guru yang mengaku pernah bekerja satu atap dengan Bachtiar. (mex/sla)