Akibat Hilangnya Daerah Penyangga, Hutan Rusak Jadi Biang Bencana di Kotim

banjir akibat hutan rusak
TERPAKSA BERPERAHU: Warga di Kecamatan Parenggean terpaksa menggunakan perahu karena wilayahnya yang terendam banjir, beberapa waktu lalu. (YUNI/RADAR SAMPIT)

SAMPIT, radarsampit.com – Banjir yang melanda sejumlah daerah di Kabupaten Kotawaringin dinilai sebagai akibat semakin hilangnya hutan sebagai penyangga air hujan. Ekspansi perkebunan yang terus menggerus hutan, membuat bencana semakin parah.

”Makanya kami menentang perluasan lahan di daerah kami, karena kondisinya semakin parah,” kata Diyu, tokoh warga Desa Tumbang Kalang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Rabu (14/9).

Bacaan Lainnya

Diyu menuturkan, pihaknya telah menolak perluasan lahan sejak tahun 2010. Bahkan, saat DPRD Kotim dipimpin Jhon Krisli, pihaknya pernah merekomendasikan pada Pemkab Kotim untuk menghentikan proses perizinan dan perluasan lahan sejumlah perusahan perkebunan di wilayah hulu.

”Sekarang mereka terus menggarap hutan di kawasan hulu. Bahkan, selangkah lagi sudah sampai ke Tumbang Gagu yang mana itu merupakan wilayah paling ujung di Kotim,” kata Diyu.

Baca Juga :  Meski Terlambat, DPRD Lamandau Tetap Usulkan Pengganti Pj Bupati

Diyu menyesalkan pemerintah yang seolah tutup mata dengan upaya menghabisi lahan. Memang, lanjutnya, di satu sisi perusahaan menyebutkan lahan itu sudah dilakukan pelepasan. Hanya saja, keberlangsungan hidup dalam jangka panjang akan terancam jika hutan digarap habis.

Dampaknya, tegas Diyu, sudah sangat terasa dengan maraknya bencana banjir yang selalu terjadi setiap tahun. Bahkan, menurutnya, banjir di hulu dari tahun ke tahun terus meninggi. Daerah yang biasanya belum pernah banjir, tahun ini mulai terendam.

”Kenapa semua daerah selalu melaporkan wilayahnya terjadi banjir? Karena memang tidak ada lagi  hutan sebagai penyangga air hujan. Air semuanya tumpah ke sungai dan anak sungai, sehingga tidak tertampung dan mengakibatkan banjir,” kata Diyu.

Diyu menyinggung persoalan silang pendapat dengan pejabat di Pemkab Kotim beberapa waktu lalu. Pihaknya menolak keberadaan perusahaan perkebunan karena akan menambah persoalan baru dengan membabat habis semua hutan di wilayah mereka.

”Kalau hutan habis, apa jadinya kita ini 10 tahun, 20 tahun nanti? Saya bersama warga di hulu tidak mau mewariskan bencana banjir ini kepada anak cucu kita. Ini yang harusnya mengetuk hati nurani pejabat kita,” kata Diyu yang juga mantan anggota DPRD Kotim periode 2004-2009 ini.



Pos terkait