Di sisi lain, dia menilai, masuknya skenario dana BOS ini juga menunjukkan betapa program ini paling bisa diandalkan. Sehingga, pihaknya pun harus siap andaikata ke depan ada program-program strategis yang harus menggunakan dana ini.
Saat sesi jawaban pemerintah, Nadiem sendiri tak menyinggung sama sekali pertanyaan-pertanyaan perihal program maksi gratis. Sejak awal, dia mengungakna, bahwa dirinya hanya bisa menanggapi beberapa poin saja. Sisanya, akan dijawab secara tertulis.
”Saya tidak akan mungkin bisa menggapai semuanya, ada beberapa pertanyaan yang nanti kami jawab secara tertulis,” katanya.
Misalnya soal kekerasan dan bullying. Dia menekankan, bahwa pihaknya sudah bertahun-tahun menggedor-gedor meja untuk menekankan bagaimana dampak kekerasan ini untuk siswa. Karenanya, sudah dibuat aturan jelas mengenai penanganan kekerasan di satuan pendidikan, termasuk soal sanksi-sanksi tegas.
Bahkan, Indonesia jadi negara pertama di dunia yang menggunakan asesmen nasional untuk mengukur tingkat kerentanan sekolah terhadap kekerasan seksual, perundungan, dan lainnya.
”Tiap kepala sekolah ditampilkan berapa kerentanan perundungan di sekolahnya. Yang jelas, kamis sangat keras terkait hal ini, tidak ada kompromi,” ungkapnya.
Dia juga menyinggung soal keberlanjutan program yang dibuatnya pada pemerintahan selanjutnya. Dia optimis program-program merdeka belajar akan dilanjutkan karena saat ini sudah menjadi sebuah gerakan dan berdampak cukup besar pada pendidikan di Indonesia.
”Susah sih kalau mau putar balik kalau program itu sudah dimiliki mahasiswa, murid, guru. Jadi saya punya keyakinan program akan dilanjutkan,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua Komisi X Abdul Fikri Faqih pun memberikan celetukan. Bahwa tak perlu dijawab, karena makan siang sudah disiapkan di belakang. ”Makan siang gratis sudah disiapkan di belakang, jadi dari BOS gak perlu,” candanya sesaat sebelum membacakan hasil rapat. (mia/jpg)