Menurutnya keputusan untuk merujuk pasien dengan speedboat juga merupakan keputusan bersama antara tenaga kesehatan dan juga pihak keluarga. Karena jalur sungai dinilai lebih cepat dibanding harus menggunakan ambulans darat.
“Dengan speedboat dari Desa Rangda sampai pelabuhan sungai di Pangkalan Bun sekitar satu jam lebih sedikit. Kalau pakai ambulans darat bisa dua jam lebih karena harus memutar melalui jalan perusahaan dan jalannya belum tentu mulus,” ungkapnya.
Lancarya proses persalinan di atas speedboat itu, lanjutnya, juga berkat kerjasama antara ibu yang melahirkan dan juga pendamping termasuk suami. Ia menyebut bahwa menolong persalinan di atas speedboat merupakan pengalaman pertama dan tak akan pernah dilupakan.
Menurutnya proses persalinan saat itu terbilang ekstrem. Karena selain memastikan bayi dan ibu selamat, ia juga harus memberi aba-aba ke motoris agar speedboat tidak terlalu oleng saat menyusuri sungai.
“Saya didampingi kader dan ibu melahirkan didampingi suami. Kami semua di atas speedboat berlomba dengan waktu. Antara menolong kelahiran bayi ini sekaligus bagaimana agar secepatnya bisa sampai Pangkalan Bun. Namun ternyata sang bayi maunya lahir di atas air,” pungkasnya. (sla)