Iht pun mengaku siap diadu kemampuan di lapangan dibandingkan dengan tenaga kontrak baru. “Kami ini sudah ditempa bertahun-tahun berkerja bertaruh nyawa. Risiko mati dihadapan mata. Kami tidak hanya bertugas menyelamatkan orang lain, tetapi juga menyelamatkan diri kami sendiri. Cari saja tenaga kontrak yang benar-benar siap terjun ke lapangan dan siap bertaruh nyawa menaklukan api. Itu tidak mudah, tapi dedikasi kami selama ini tidak dihargai.” Ujarnya lagi.
Dari 73 tenaga kontrak di DPKP Kotim yang mengikuti tes seleksi ada 23 tenaga kontrak yang dinyatakan tidak lulus. Tiga diantaranya tenaga kontrak baru. Mereka belum tahu setelah resmi menjadi pengangguran akan menjadi seperti apa nasib berikutnya.Sebagian besar tenaga kontrak tidak lulus, tidak memiliki pekerjaan sampingan. Mereka menggantungkan hidup bekerja sebagai tenaga kontrak.
“Ibaratnya kenceng panci, piring makan kami dari bekerja sebagai tenaga kontrak. Kalau diputus kontrak, kami enggak tahu mau kemana lagi setelah ini,” ujar Iht.
“Kami diminta tidak perlu khawatir, bagaimana kami tidak khawatir, andaikan para pemegang kuasa menjadi kami bagaimana? Usia kami ini sudah diatas 30an, ada yang 40 dan ada yang 50 tahun, putus kontrak mencari kerjaan dilain dengan usia sudah 40 tahun keatas juga tidak mudah,” lanjutnya lagi.
Disisi lain, tenaga kontrak yang tidak lulus berharap diberikan jalan untuk mengembangkan usaha melalui penyediaan modal. “Kami disarankan mengambil peluang berkebun. Kami tidak memilih pekerjaan, kami siap bekerja apapun demi menghidupi keluarga, tetapi semua itu perlu modal. Gaji tenaga kontrak mana cukup untuk modal usaha. Saran itu baik, tetapi kalau tidak dibarengi dengan dukungan seperti lahan, bibit dan lain-lain, bagaimana kami mau memulainya, apakah semua tenaga kontrak memiliki lahan untuk berkebun ? Dari mana duitnya ?,” ucap tenaga kontrak lainnya yang mengalami nasib yang sama diputus kontrak setelah belasan tahun bertugas.
AI, tenaga kontrak yang bertugas di DPKP Kotim juga sangat kecewa dengan hasil evaluasi tersebut. Menurutnya, petugas lapangan semestinya perlu dilakukan penambahan sumber daya manusia (SDM) bukan malah memberhentikan.