Kata Pengamat Ini, Banyak Pejabat Dikerangkeng gara-gara Proyek

proyek
Ilustrasi. (net)

SAMPIT – Praktisi hukum Bambang Nugroho mengatakan, penerimaan fee proyek aspirasi jelas masuk dalam tindak pidana korupsi. Praktik busuk demikian bukan rahasia lagi. Bahkan, sudah banyak yang terseret karena gratifikasi dan suap dari proyek semacam itu. Dia mengategorikan praktik proyek aspirasi sebagai gratifikasi dari pihak rekanan.

”Banyak yang ditangkap KPK itu kan biangnya karena proyek semua. Dari ratusan perkara tipikor yang sampai ke pengadilan, semuanya berkaitan dengan proyek seputaran suap,” ujar Bambang.

Bacaan Lainnya
Gowes

Bambang mengomentari proyek dari hasil pokok pikiran DPRD Kotim yang tengah diusut Kejari Kotim berupa penataan makam di sejumlah lokasi. Kegiatan itu dikerjakan tahun 2019 lalu dengan total senilai Rp 3,3 miliar. Ada empat rekanan yang mengerjakan dalam proyek yang dipecah itu.

Menurut Bambang, gratifikasi merupakan pemberian dari pihak rekanan, baik kepada eksekutif maupun legislatif. Pemberian itu sejatinya tidak masalah jika dilaporkan ke KPK sesuai ketentuan.

”Gratifikasi merupakan salah satu jenis tindak pidana korupsi baru yang diatur dalam Pasal 12 B dan 12 C dalam Undang-Undang Tipikor 2001. Namun, bila penerima gratifikasi melaporkan pada KPK paling lambat 30 hari kerja, maka dibebaskan dari ancaman pidana. Jadi, harusnya kalau ada menerima barang atau uang hadiah, lapor ke KPK biar pidananya hilang, ” jelas Bambang.

Baca Juga :  Jangan Terkecoh dengan Bau Busuk Buahnya, Ini 8 Manfaat Daun Mengkudu untuk Kesehatan

Bambang menuturkan, apabila dilihat dari kacamata hukum, proyek aspirasi sebenarnya tak ada masalah. Lain halnya tidak ada dasar hukum dan tidak melalui proses penganggaran sesuai undang-undang.

”Yang jadi masalah itu adalah pelaksanaannya, karena di situ ada unsur suapnya. Padahal, kalau pelaksanaannya tidak ada suap dan lain sebagainya, seharusnya tidak ada masalah,” tandasnya.

Sebelumnya, proyek aspirasi yang sering disebut sebagai pokok pikiran (pokir), jatah anggaran pembangunan yang bisa diarahkan wakil rakyat, dalam pelaksanaannya disinyalir menyimpang. Ada ceruk haram yang bisa dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan pribadi.

Radar Sampit menelusuri dan memperoleh informasi dari sejumlah narasumber terpercaya yang memahami betul bagaimana pokir itu dilaksanakan. Menurut sumber tersebut, pokir awalnya memang ditujukan untuk pembangunan di masing-masing daerah pemilihan legislator.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *