Konsistensi Carolina Marin dan Pertautan dengan Indonesia

Di Cipayung Sempat Berniat Gabung Latihan Tunggal Putra

carolina marin
Pebulu tangkis tunggal Putri Spanyol Carolina Marin saat tampil pada turnamen Indonesia Open 2023 di Istora Senayan, Jakarta. HARITSAH ALMUDATSIR/JAWA POS

Sedikit banyak bekal dari Cipayung itu turut membuka pintu baginya meraih begitu banyak prestasi bergengsi. Emas Olimpiade Rio de Janeiro 2016 tentu puncaknya. Selain itu, kampiun di Kejuaraan Dunia 2014 (Kopenhagen), 2015 (Denmark), dan 2018 (Nanjing). Plus sederet titel turnamen superseries.

Dalam usianya yang telah menginjak 30 tahun kini, Marin juga masih bercokol di enam besar dunia, posisi yang jika berhasil dipertahankan otomatis akan memberinya tiket ke Olimpiade Paris tahun depan. Dia yang tertua di antara jajaran 10 besar dunia tunggal putri.

Bacaan Lainnya

Semua partner latihannya dari era Cipayung dulu kini juga telah gantung raket, tanpa ada yang bisa meraih prestasi menonjol. ”Untuk mencari pemain seperti (Marin) itu tuh memang susah banget,” ujar Sarwendah.

Contoh terakhir konsistensi Marin itu juga bisa dilihat di Indonesia Open, turnamen kategori tertinggi: super 1000. Dia menembus final meski akhirnya kalah oleh pemain Tiongkok Chen Yufei.

”Saya puas dengan diri saya sendiri. Dan, tiga pertandingan terakhir saya pikir saya bermain dengan baik serta menunjukkan determinasi yang tinggi,” ucap Marin.

Baca Juga :  Dari Peringatan HUT ke-62 Pramuka di Kotim

Di Jakarta, tempat segala kenangan manisnya bermula: Cipayung, gelar juara dunia. Tapi, di Jakarta juga mimpi buruk menghantui: di final Indonesia Masters pada Januari 2019, dia mengalami cedera parah pertama.

Dalam final melawan Saina Nehwal, anterior cruciate ligament (ACL) lutut kanannya robek. Pemulihan butuh waktu sangat lama. Melibatkan psikolog dan fisioterapis dalam proses yang bisa berlangsung hingga 10 jam tiap hari.

Saat sudah kembali bisa bermain pada 2020 dan dalam upaya mengejar tiket ke Olimpiade Tokyo, cedera serupa kembali menghantam. Kali ini di lutut kiri.

Jika tak punya determinasi tinggi seperti yang juga dia tunjukkan di Cipayung satu dekade silam, mental pasti sudah drop. Tapi, Marin tidak. Perlahan dia bangkit hingga akhirnya bisa tetap bersaing di level elite dunia sampai sekarang.

Memang butuh mental setangguh itu untuk bisa bertahan menggeluti bulu tangkis dari negara yang bisa dibilang masih asing dengan olahraga tersebut seperti Spanyol. Sampai sekarang pun, hampir satu dekade setelah Marin merebut emas Olimpiade, perkembangannya belum signifikan.



Pos terkait