Namun, dalam satu bulan terakhir, pasien yang berkonsultasi mulai meningkat. Dia menduga persoalan itu disebabkan masyarakat mulai menyadari adanya gangguan pada mata setelah pemerintah menerapkan kembali pembelajaran tatap muka (PTM).
”Satu bulan terakhir ini sejak PTM, pasien mulai mengalami peningkatan. Paling banyak pelajar. Kemungkinan pasien baru menyadari setelah melihat papan tulis sudah tidak begitu jelas, setelah dilakukan pemeriksaan ada yang sudah minus 2 sampai minus 7. Ada juga yang sudah diberikan bantuan kacamata, tetap tidak bisa melihat secara jelas,” ujarnya.
Menurutnya, pandemi Covid-19 membuat pola kehidupan masyarakat dalam penggunaan gadget sulit dikontrol. Gaya hidup masa kini tak lepas dari gadget. Mulai dari belajar, main game, menonton, meeting, segalanya serbagadget dan laptop.
”Permasalahan penglihatan pada mata sekarang tidak hanya dialami anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Penggunaan gadget inilah yang harusnya dikontrol. Gunakan dengan posisi yang benar, dan tidak menonton berlebihan selama berjam-jam non stop,” ujarnya.
Menurutnya, ada banyak cara mengurangi dampak buruk penggunaan gadget, seperti pengawasan orang tua pada anak dan jarak penggunaan gadget. ”Jarak pandang yang baik untuk menatap layar televisi, handphone maupun laptop dikisaran 40-50 cm. Yang lebih penting pengawasan dari orang tua. Persoalannya, ketika masih anak-anak masih dalam tahap pertumbuhan, badan semakin tinggi, begitu pula bola mata juga akan mengalami pertumbuhan, sehingga apabila tidak dipantau dan diperiksa dikhawatirkan gangguan mata pada anak akan semakin bertambah parah. Solusinya, ketika anak menatap layar dengan jarak dekat, jangan dimarahi, bisa jadi anak mengalami gangguan penglihatan,” tandasnya. (***/ign)