Ledakan Polemik Panjang, Kotim Bakai Diwarnai Gelombang Aksi Tuntut Plasma

demo
Ilustrasi

”Makanya jangan heran aksi unjuk rasa plasma ini terjadi di mana-mana, karena aspirasi itu dianggap sepele dan tidak pernah diselesaikan,” tegas Abadi.

Persoalan plasma itu sebelumnya telah dibahas panjang dalam sosialisasi peraturan terkait kewajiban fasilitasi pembangunan kebun masyarakat di Palangka Raya pada 26 Oktober lalu. Kegiatan itu dihadiri Direktorat Jenderal Perkebunan RI, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) pusat, Gapki Kalteng, Dinas Perkebunan Kalteng, dan sejumlah pihak lainnya.

Bacaan Lainnya

Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda Kalteng Leonard S Ampung mengatakan, Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan beserta turunannya, diharapkan mengakomodir kebutuhan seluruh pemangku kepentingan guna menjamin iklim investasi yang baik.

Leo menuturkan, jangan ada lagi multitafsir dalam menjalankan aturan. Sebab, aturan itu harus dijalankan lantaran berpihak kepada masyarakat terkait plasma 20 persen.

Baca Juga :  Polisi Bongkar Pemalsuan Surat Antigen di Perusahaan Perkebunan, Empat Karyawannya Dipenjara

”Pemerintah menginginkan agar masyarakat sekitar terayomi. Maka itu dilakukan sosialisasi, biar tak ada lagi konflik. Artinya, semua pihak sepakat dalam satu persepsi terkait 20 persen plasma,” katanya.

Ketua Bidang Agraria dan Tata Ruang Gapki Pusat Aziz Hidayat mengatakan, Gapki siap mengikuti aturan dan menyosialisasikannya pada anggota Gapki di Indonesia. Termasuk kepada pemerintah untuk memfasilitasi aturan 20 persen.

”Aturan itu harus ada harmonisasi, makanya langkah sosialisasi ini menyamakan persepsi. Artinya, semua pihak terkait satu pemahaman, biar iklim usaha berjalan lancar dan ada kepastian hukum. Kata kuncinya fasilitasi, baik itu pola kredit, bagi hasil, dan bukan semata-mata membangun kebun,” sebutnya.

Aziz menekankan, Gapki sangat konsen dalam mencari solusi membangun Kalteng lebih baik. Karena itu, harus ada fasilitasi pembangunan kebun masyarakat. Namun, jika tidak ada kebun, difasilitasi usaha produktif, pola bagi hasil, dan tidak harus ditanami sawit.

”Jika masyarakat ingin melakukan pengelolaan sapi atau perikanan, bentuk plasma 20 persen tersebut bisa diwujudkan. Kami juga masih menunggu penetapan nilai optimum produksi untuk acuan perusahaan wajib memberikan fasilitas bagi masyarakat,” ujarnya.



Pos terkait