Ledakan Polemik Panjang, Kotim Bakai Diwarnai Gelombang Aksi Tuntut Plasma

demo
Ilustrasi

SAMPIT, radarsampit.com – Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) bakal diwarnai gelombang unjuk rasa menuntut kewajiban plasma perkebunan sebesar 20 persen. Aksi yang merupakan ledakan dari polemik panjang yang tak bisa diselesaikan itu, akan dilaksanakan di sejumlah daerah di Kotim.

”Rencana melakukan aksi tetap dimatangkan dan dilakukan. Ini semuanya untuk menuntut program plasma 20 persen kepada perkebunan,” ujar Rahmad, salah satu koordinator aksi, Jumat (11/11).

Bacaan Lainnya
Gowes

Rencana aksi melibatkan sejumlah desa juga akan terjadi di wilayah Kecamatan Cempaga dan Cempaga Hulu. Aksi itu merupakan upaya menuntut realisasi plasma 20 persen kepada perkebunan yang sudah lama operasional. Kepala desa disebut-sebut bakal memimpin sejumlah aksi.

Ketua Komisi II DPRD Kotim Juliansyah mengatakan, dalam beberapa pekan terakhir ada banyak surat yang masuk Komisi II sebagai tembusan. Sebagian juga meminta dijadwalkan rapat dengar pendapat (RDP) untuk mediasi kewajiban plasma 20 persen.

Baca Juga :  Sukses Gelar UCI MTB World Cup 2022, Kalteng Siap Hajatan Internasional Lainnya

”Kita sampaikan ke pemerintah daerah persoalan plasma 20 persen ini, karena saya melihat arus tuntutan masyarakat mulai terjadi secara bergelombang dari wilayah utara sampai wilayah lainnya. Plasma 20 persen ini sejatinya merupakan kewajiban dan mengacu kepada ketentuan yang ada di Permentan, Peraturan ATR/BPN, dan Permen LHK,” katanya.

Ketua Fraksi PKB DPRD Kotim Muhammad Abadi memastikan sejumlah desa akan melakukan aksi unjuk rasa serentak dalam bulan ini. Mereka tersebar di beberapa wilayah, seperti Kecamatan Antang Kalang, Mentaya Hulu, Telawang, dan kecamatan lainnya.

”Yang saya katakan bom waktu mengenai tuntutan plasma ini sudah tiba waktunya, karena sejak saat saya sampaikan persoalan tuntutan plasma disepelekan. Masyarakat sekarang merasa harus ada aksi nyata. Pemerintah daerah selama ini gagal memperjuangkan hak dan kepentingan masyarakatnya. Akibatnya, aksi demo dianggap jalan satu-satunya yang harus dilakukan,” ujarnya.

Selama  ini, kata Abadi, masyarakat ketika dimediasi di tingkat pemerintah, selalu kalah dan dianggap merongrong perusahaan. Dari beberapa masalah yang dimediasi, tuntutan realisasi plasma tidak pernah terlaksana.



Pos terkait