Mantan Legislator Kritik Keras DPRD Kotim Soal Proyek Aspirasi

Kritik Keras DPRD Kotim

SAMPIT – Dihapusnya proyek aspirasi anggota DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dinilai sebagai bentuk kegagalan politik anggaran yang dilakukan wakil rakyat tersebut. Polemik itu harusnya tak terjadi apabila politik anggaran digunakan dengan baik tanpa merugikan ekskutif maupun legislatif.

”Saya cukup terkejut dengan pernyataan sejumlah anggota DPRD Kotim. Dalam pernyataan itu seakan-akan mengemis kepada eksekutif untuk tidak dipangkas. Tidak dihapus proyek aspirasinya. Ini saya katakan sama saja tidak percaya diri. Tidak sepatutnya anggota DPRD memohon-mohon begitu pada eksekutif,” kata mantan Wakil Ketua DPRD Kotim Supriadi, Selasa (15/6).

Bacaan Lainnya

Supriadi menyarankan legislator tersebut menggunakan kewenangan yang melekat  pada anggota DPRD. Kewenangan itu di antaranya, memanggil langsung kepala daerah untuk membicarakan terkait proyek milik wakil rakyat yang jadi korban refocusing anggaran.

”Harusnya DPRD melalui badan anggaran panggil kepala daerah atau paling tidak Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah. Rapatkan dan bicarakan di situ. Karena itu merupakan langkah yang lazim dilakukan terkait persoalan demikian. Bukan justru seperti mengemis bagaikan tidak punya kewenangan sama sekali,” ujarnya.

Baca Juga :  Dinkes Kotim Siap Fasilitasi Vaksin Gotong Royong 

Dia menjelaskan, APBD merupakan produk bersama antara eksekutif dan legislatif. Ketika ada pergeseran hingga perubahan dalam APBD, tentunya harus melibatkan DPRD. Eksekutif tidak bisa sekehendak hati mengubah Perda APBD secara sepihak.

”Kalau sepihak itu ada pidananya, karena perda itu sifatnya harus dibahas dan disetujui kedua belah pihak,” tegasnya.

Lebih lanjut Supriadi mengatakan, wakil rakyat harus bisa menggunakan politik anggaran di lembaga itu untuk membangun konstituennya. Apabila konstituennya tidak merasakan dampak dari hadirnya wakil rakyat, hal itu menandakan kegagalan wakil rakyat tersebut membawa aspirasi ke lembaga itu.

”Ketika pembahasan anggaran, DPRD harus menyajikan juga data pokir (pokok pikiran) mereka. Eksekutif pun begitu, membawa program mereka dalam RKA (rencana kerja anggaran), hasil dari program musrenbang. Antara pokir dan RKA eksekutif disinkronkan. Di situlah kemampuan anggota dewan diuji secara personal, bagaimana dia memperjuangkan aspirasinya,” ujarnya.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *