Mushaf, kitab, infografis, sampai takaran beras untuk zakat terpajang di Walisongo Center di kampus UIN Walisongo, Kota Semarang. Untuk menunjang visi kampus terkait kearifan lokal dalam konteks Islam.
M HILMI SETIAWAN, Semarang | radarsampit.com
DI atas daun lontar ilmu pengobatan itu tertulis. Umurnya terentang jauh ke belakang di abad ke-14.
”Ini koleksi tertua kami. Ini manuskrip asli,” kata Anasom, dosen Fakultas Dakwah UIN Walisongo, Kota Semarang, Jawa Tengah, sekaligus penanggung jawab Walisongo Center.
Walisongo Center adalah ”wahana baru” di UIN Walisongo. Sesuai namanya, tempat tersebut berisi beragam manuskrip kuno peninggalan masa Wali Sanga alias para wali penyebar agama Islam di Jawa. Serta beberapa benda bersejarah terkait syiar Islam dari Arab hingga masuk ke Jawa.
Koleksi di dalamnya ada yang asli, ada pula yang duplikat atau replika. Walisongo Center yang berornamen Jawa dengan pintu terbuat dari kayu jati terletak tidak jauh dari masjid kampus. Lantai 2 berfungsi sebagai museum.
Selain beragam koleksi bersejarah, ada infografis storyline perjalanan Islam dari masa Rasulullah SAW hingga masuk ke Indonesia, khususnya ke Jawa.
Itu dimaksudkan agar pengunjung bisa melihat proses masuknya Islam ke Nusantara. Termasuk penyebaran Islam di era Wali Sanga pada abad ke-14. Masuk ke Walisongo Center pun seperti perjalanan melintas waktu.
Ada pula penjelasan detail perkembangan aksara kuno Nusantara yang kemudian berakulturasi dengan aksara Arab hingga muncul aksara pegon.
”Salah satu visi UIN Walisongo Semarang adalah memperkuat kearifan lokal dalam konteks Islam,” kata Anasom kepada Jawa Pos di sela penyelenggaraan event tahunan AICIS (Annual International Conference on Islamic Studies) 2024 di kampus tersebut awal Februari lalu.
Untuk mewujudkan visi itu, mereka membuka mata kuliah mengenai kearifan lokal. Selaras dengan itu, dibutuhkan laboratorium, pusat kajian, serta museum. Walisongo Center diharapkan bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Sekaligus wahana rekreasi edukasi bagi masyarakat.