Menjelajah Perjalanan Islam Masuk ke Jawa lewat Beragam Koleksi Walisongo Center di UIN Walisongo

Mulai Primbon Sunan Bonang hingga Ilmu Pengobatan di Daun Lontar

koleksi bersejarah
KOLEKSI BERSEJARAH: Anasom di antara koleksi manuskrip di Walisongo Center di UIN Walisongo, Kota Semarang. (Hilmi Setiawan/Jawa Pos)

Mayoritas manuskrip yang dipajang pemberian atau hibah dari para kolektor. Selain tentang dakwah Islam, ada manuskrip cerita pewayangan dan agama lain.

Ada, misalnya, duplikat kitab primbon Sunan Bonang. ”Kitab aslinya ada di Leiden (di Belanda). Kami tidak bisa mendapatkan aslinya,” katanya.

Bacaan Lainnya

Seperti diceritakan di berbagai literatur sejarah, Sunan Bonang atau Syekh Maulana Makhdum Ibrahim menghasilkan banyak karya seni untuk mendukung proses berdakwah. Di antaranya, primbon atau suluk.

”Selain itu, ada buku ajaran dari Sunan Kudus yang ditulis muridnya. Begitu pun ada ajaran dari Sunan Ampel yang ditulis muridnya,” terangnya.

Koleksi lain yang didapatkan dari Leiden adalah replika serat Wali Sanga karya keturunan Sunan Giri. Anasom menyebutnya sebagai Sunan Giri II. Isinya mengenai perjalanan sejarah Wali Sanga.

Baca Juga :  Transaksi Narkoba di Kuburan, Pasutri Ini Siapkan Kamar Khusus untuk Nyabu

Ada pula kitab karya Kiai Sholeh Darat yang hidup setelah era Wali Sanga. Juga replika Alquran mushaf Sana’a, Yaman. Anasom menyebut mushaf Alquran tersebut mushaf yang tertua. Dibuat pada abad ke-8.

Mushaf tersebut ditemukan pada 1972 saat dilakukan renovasi Masjid Agung Sana’a. Mushaf itu diperkirakan diterbitkan pada masa Khalifah Utsman bin Affan.

Mud atau takaran beras yang terbuat dari batok kelapa untuk keperluan membayar zakat pun bagian dari koleksi. ”Mud zakat ini peninggalan Kiai Ahmad Rifa’i dari Kalisalak sekitar abad ke-19,” katanya.

Kiai Ahmad Rifa’i Kalisalak, kata Anasom, tokoh pembaru Islam di Jawa yang tinggal di Desa Tempuran, Kendal, Jawa Tengah. ”Pada masa itu belum ada timbangan untuk keperluan zakat fitrah. Sebagai gantinya, Kiai Ahmad Rifa’i membuat takaran mud dari bahan batok kelapa,” ujarnya.

Saat itu takaran umat Islam untuk membayar zakat fitrah, fidiah, atau lainnya menggunakan satuan mud. Satu mud setara dengan 6 ons. Tapi, karena sulit mendapatkan yang asli, yang dipajang di Walisongo Center replika.

Baca Juga :  Waspada! Kabupaten Barito Timur Tetapkan Status KLB Demam Berdarah Dengue

Tantangan di tiap tempat koleksi bersejarah adalah perawatan. Untuk itu, Anasom menuturkan, pihaknya akan bekerja sama dengan Pemkot Semarang dan Perpustakaan Nasional. Tujuannya, mengamankan koleksi yang mereka simpan.



Pos terkait