Narkoba Jadi Bencana Kemanusiaan, Menyasar Kalangan Berduit

Ketika Kepala BNN RI Berkunjung ke Kabupaten Kotawaringin Timur

Kepala BNN
WORKSHOP: Komisaris Jenderal Polisi Marthinus Hukom saat menjadi pemateri dalam Workshop (P4GN) di Aula Rujab Bupati Kotim, Kamis (8/8/2024). (HENY/RADAR SAMPIT)

Dalam lingkup global, permasalahan narkoba terdapat di tiga kawasan yang dikenal sebagai sentra produsen narkotika internasional, yakni kawasan Golden Peacock (Kolombia, Peru, Bolivia, Meksiko), Golden Crescent (Afghanistan, Iran, Pakistan), dan Golden Triangle (Thailand, Myanmar, Laos).

“Prevalensi penyalahgunaan narkoba global sebesar 5,5 persen atau terdapat sekitar 275 juta orang di seluruh dunia yang menyalahgunakan narkoba (World Drug Report, 2019),” ungkapnya.

Bacaan Lainnya

Angka Prevalensi penyalahgunaan narkoba bersifat fluktuatif. Pasa tahun 2023 mengalami penurunan dibanding tahun 2021. Namun, angka penyalahgunaan masih relatif tinggi, yakni sekitar 3,33 juta jiwa (rentang umur responden 15-64 tahun) dan mayoritas dialami kelompok usia produktif yakni usia 15-49 tahun mempunyai risiko terpapar narkoba lebih tinggi dibandingkan kelompok umur lebih tua.

”Angka prevalensi penyalahgunaan narkoba bukan hanya persoalan angka statistik. Namun, representasi korban kejahatan kemanusiaan. Penduduk berusia produktif merupakan sasaran pasar narkoba. Sindikat narkoba mulai membentuk pangsa pasar narkoba sejak di kalangan usia remaja,” ujarnya.

Baca Juga :  DPRD Sebut Bupati Kotim Kecolongan, Bangunan Mal Baru Diduga Tak Berizin

Dilihat dari kondisi demografis, jumlah penduduk 2023 di Indonesia yang mencapai 278,7 juta jiwa menjadi pasar potensial bisnis gelap narkoba.

Dilihat dari kondisi geografis, Indonesia memiliki 17.500 pulau dan memiliki panjang garis pantai 108.000 km. Banyaknya pelabuhan tidak resmi dan wilayah interdiksi yang berpotensi sebagai pintu masuk narkoba dari luar negeri.

”Wilayah Sumatera dan Kalimantan merupakan jalur utama penyelundupan narkoba dari luar negeri. Sindikat narkoba internasional menyasar Indonesia sebagai pasar narkoba jenis sabu dan ekstasi yang banyak di produksi di Myanmar dan Cina dengan harga jual narkoba di Indonesia lebih tinggi dibandingkan harga dibeberapa negara tetangga,” ujarnya.

”Potensi nilai transaksi belanja narkoba ilegal kurang lebih Rp524 triliun per tahun,” ungkapnya.

Fenomena transformasi patronase telah terjadi di beberapa daerah. Kekuatan finansial sindikat narkoba mampu memperdaya masyarakat sehingga sindikat narkoba menjadi patron/tokoh sentral baru di lingkungan masyarakat dan menggeser patron-patron tradisional seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, lurah, kepala desa, dan lainnya. Bahkan, masyarakat sukarela melindungi sindikat narkoba dan melakukan perlawanan terhadap aparat.



Pos terkait