Penghasilan yang mereka dapat setiap kapal datang tidak menentu. Kadang masing-masing orang mendapatkan Rp 50 ribu atau hanya Rp 30 ribu. Kalau sedang beruntung, porter bisa mengantongi Rp 200 ribu.
“Saat Lebaran saja yang lumayan besaran pendapatnya,” ucap Mulyadi yang sudah 15 tahun jadi porter di Pelabuhan Sampit.
Menurutnya, seorang porter saat ini hanya bisa mendapatkan Rp 1 juta dalam satu musim Lebaran. Berbeda dengan tahun 2013 lalu, satu orang porter bisa mengantongi hingga Rp 2 juta.
“Dulu tahun 2013 , kalau dikumpulkan bisa sampai Rp 2 juta satu orang, kalau sekarang dapat Rp 1 juta saja sudah luar biasa,” ungkapnya.
Bapak dua anak itu mengatakan, selama dua tahun belakangan, aktivitas mereka tetap berkutat di pelabuhan, meskipun penghasilan tidak menentukan. Kadang jika kapal yang memuat sayuran datang, mereka ngojek atau mengangkut barang lainnya.
“Kalau hari biasa paling Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu, kadang ngojek, angkut pupuk, atau angkut semen, tapi kami tetap mencari nafkah di pelabuhan,” tuturnya.
Mulyadi dan beberapa rekannya menyebut, hingga saat ini mereka tetap bertahan dengan profesi yang ada saat ini. Meskipun bertahun-tahun mengalami keterpurukan selama dilanda pandemi Covid-19, mereka tetap dapat bertahap hidup. Mereka berharap jalur transportasi laut dapat terus berjalan lancar begitu juga dengan aktivitas ekonomi.
“Selama ini kami tidak mendapatkan bantuan dari mana-mana. Kami sendiri yang kerja, kami jual jasa. Kami tetap di pelabuhan untuk bertahan hidup walaupun hasilnya tidak seberapa,” tutupnya. (yn/yit)