PARAH!!! Gaya Preman Serobot Hutan, Wilayah HTI Dibabat, Diduga Dijadikan Kebun Sawit

kawasan hti lamandau diserobot
MASIH BEROPERASI: Alat berat yang beroperasi di atas wilayah hutan tanaman industri (HTI) di Kabupaten Lamandau. Lahan itu diduga diserobot untuk dijadikan kebun sawit. (IST/RADAR SAMPIT)

NANGA BULIK, radarsampit.com – Wilayah hutan tanaman industri (HTI) di Kabupaten Lamandau diduga diserobot dan dijadikan areal perkebunan kelapa sawit. Penyerobotan itu dilakukan dengan gaya ala preman. Lahan yang sudah memiliki izin dan ditanami pohon, dibabat habis.

Perkara itu masih ditangani Polres Lamandau setelah mendapat laporan dari Direktur PT Pancaran Wananusa Dante Theodore, pemilik izin HTI tersebut. Kasatreskrim Polres Lamandau Iptu Faisal Firman Gani mengatakan, pihaknya telah menerima laporan pengaduan terkait pembabatan dan perampasan hutan untuk dibangun kebun kelapa sawit menggunakan alat berat di beberapa desa di wilayah Kecamatan Lamandau, dalam areal HTI PT Pancaran Wana Nusa.

Bacaan Lainnya

”Kami juga telah mengirimkan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) kepada yang bersangkutan terkait perkembangan penyelidikan yang telah kami lakukan,” ujarnya, Jumat (23/9).

Baca Juga :  Didatangi Polisi, Dua Hari Sopir Tak Berani Datangi Truk Peti Kemas Tak Laik Jalan

Faisal menuturkan, pihaknya telah memeriksa saksi pelapor, kemudian mengirimkan surat undangan klarifikasi kepada terduga pelapor. Selain itu, aparatur desa juga ikut diperiksa.

”Kami juga mengirim surat kepada kepala dinas kehutanan melalui UPT KPHP Sukamara-Lamandau untuk pengambilan titik koordinat dan telah melakukan gelar perkara yang dipimpin Pak Kapolres pada 6 September, sehingga pelaporan ini masih terus berproses,” jelasnya.

Terpisah, Dante Theodore menegaskan, pihaknya memiliki izin terkait kawasan yang diserobot tersebut. Selain itu, kawasan HTI tidak boleh ditanami sawit, hanya boleh kayu.

Kondisi di lapangan, lanjutnya, luas hutan sekitar 1.900 hektare telah dijarah dan diserobot untuk dijadikan kebun sawit. Begitu pula dengan tanaman akasia yang sudah mereka tanam sejak 2001 seluas 742 hektare, yang mestinya sudah layak panen sekitar sepuluh tahun kemudian.

”Kami tidak bisa memanfaatkan kayu tersebut sebelum keluar SK definitif. Namun, SK definitif baru keluar tahun 2021. Jadi, 21 tahun baru keluar izinnya. Sementara tanaman kami sudah dibabat orang lain sekitar tahun 2014 lalu,” ujarnya.



Pos terkait