Penutupan Jalan Ramai ”Diserang”, Polisi: Titik Penyekatan Bisa Bertambah

penutupan
DIJAGA KETAT: Aparat Polres Kotim memaksa pengendara yang berniat melintas di Jalan Ahmad Yani Sampit putar balik, Sabtu (14/8) malam. (BUDDI/RADAR SAMPIT)

SAMPIT – Penutupan Jalan Jenderal Ahmad Yani Sampit pada Sabtu (14/8) pukul 20.00-22.00 WIB, menuai serangan kritik dari sejumlah pihak. Beberapa pengusaha mengeluhkan kebijakan itu. Ada pula yang menilai tidak efektif mengurangi aktivitas masyarakat demi menekan penyebaran Covid-19.

Pantauan Radar Sampit, pemberlakuan penutupan Jalan Jenderal Ahmad Yani bertepatan dengan hujan deras hingga pukul 21.30 WIB.  Di sepanjang Jalan Ahmad Yani merupakan kawasan perkantoran, pendidikan, perbankan, rumah makan, wahana permainan,  swalayan, serta apotek.

Bacaan Lainnya

Kebijakan penutupan Jalan Ahmad Yani inipun terkesan mendadak tanpa adanya sosialisasi. Bahkan, pelaku usaha tak mengetahui rencana penutupan Jalan Ahmad Yani.

Uyung, pengelola wahana permainan di Jalan Ahmad Yani mengaku tak mengetahui rencana penutupan jalan.

”Diberlakukan mulai kapan? Ya mudah-mudahan tidak sampai mengurangi pengunjung,” kata Uyung saat ditemui Radar Sampit, Sabtu (14/8).

Uyung mengatakan, selama 20 hari ini wahana permainan buka lebih awal dan tutup lebih awal.

Baca Juga :  Ribuan Pemudik Tinggalkan Kalteng

”Sudah berapa kali aparat mendatangi saya mengingatkan jaga prokes dan minta tutup jam 20.00 WIB. Ya saya ikutin saja, sudah 20 hari ini jualan yang biasa buka dari jam 4 sore, saya buka lebih awal jam 14.30 WIB. Biasanya tutup sampai jam 10 malam, sekarang jam 8 malam sudah tutup,” kata pedagang yang sudah menggeluti usaha wahana permainan sejak tahun 1996 ini.

Uyung tak ingin ambil pusing dengan kebijakan pemerintah. Dirinya siap mematuhi aturan meski itu harus mengorbankan pendapatan.

“Saya ikutin saja maunya pemerintah. Kita lihat nanti, kalau pengunjung semakin berkurang, apa pemerintah tidak kasihan dengan kami ini. Mencari penghasilan saja sulit, belum bayar listrik dan gaji karyawan,” katanya.

Dalam sebulan Uyung mengeluarkan biaya Rp 3 juta untuk tiga orang karyawannya dan Rp 600 ribu per bulan untuk sewa lapak yang berukuran 10 meter x 20 meter.

”Belum lagi listrik Rp 1 juta sebulan. Itu sudah irit pemakaian. Wahana ada empat, semua perlu penerangan. Enggak pakai lampu, mana mau orang datang kemari,” ujarnya.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *