Tidak bisa dipungkiri sektor investasi perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah penyokong terbesar pertumbuhan ekonomi. Produk Domistik Bruto (PDB), penyumbang pajak terbesar dan lainnya , sehingga memperbesar perolehan Dana Bagi Hasil (DBH) setiap tahun anggaran atau APBD Kalimantan Tengah sekalipun kondisi krisis ekonomi akibat wabah covid 19 sektor perkebunan sawit mampu membantu perekonomian Kalimantan Tengah ditengah krisis ekonomi dan kesehatan secara signifikan akibat pandemi cavid 19.
Begitu pula dalam hal penyerapan tenaga kerja sektor perkebunan kelapa sawit sangat berperan karena menyerap tenaga kerja tersebesar dari sektor lain di Kalimantan tengah dengan jumlah ratusan ribu tenaga kerja. Selain itu dengan adanya investasi Perkebunan Sawit di Kalimantan Tengah membuka peluang usaha bagi pengusaha maupun pedagang lokal akibat multiplyer efek yg ditimbulkan adanya investasi perkebunan kelapa sawit tersebut.
Begitu pula peduli dan impati sosial keberadaan perkebunanan kelapa sawit di Kalimantan Tengah setiap PBS dengan menyisihkan dananya berupa Corporate Social Responsibility (CSR) untuk membantu masyarakat di sekitar kebun di bidang pendidikan, adat budaya, kesehatan, usaha pertanian masyarakat dan sebagainya, bahkan termasuk membantu masyarakat yg terkena dampak bencana alam seperti banjir, bahkan diluar dana CSR yg mereka gunakan.
Kalimantan Tengah dalam kondisi sekarang dan kedepan memiliki nilai signifikan terhadap kemajuan atau pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah, apa lagi Perkebunan Kelapa Sawit Kalimantan Tengah nantinya didukung dengan kebijakan pemerintah dijadikan berbasis Industi Hilir dengan ditopang sektor lainnya seperti pertanian dan perdagangan. Perkebunan Kelapa sudah merupakan asset daerah yg strategis dalam mengelola kemajuan ekonomi dan pembangunan Kalimantan tengah.
Namun pada tahun 2006 terjadi konplik antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dimasa pemerintahan Agustin Teras Narang dengan Kementerian Kehutanan jaman MS Kaban. Menteri Kehutanan menyatakan suratnya mereka tahun 2000 tidak berlaku dan/atau tidak sah, kemudian juga Perda nomor 8 tahun 2003 tentang RTRWP Kalimantan Tengah tidak bisa menjadi dasar untuk menerbitkan ijin lokasi dan kegiatan opersional perkebunan kelapa sawit, dan harus kembali mengacu kepada Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) yang arti juga harus mendapat pelepasan dari Meteri Kehutanan.