Mencari jalan kebuntuan tersebut agar konplik norma pusat daerah dan pihak PBS bisa merasa investasi terayomi pemerintah pusat menerbitkan Peraturan Pemerintan No. 60 tahun 2012 perubahan atas PP No 10 tahun 2010 tentang Tata cara Perubahan Peruntuntukan dan Fungsi Kawasan Hutan atau di kenal dengan sebutan keterlanjuran. Namun solusi ini masih belum bisa menyelesaian sepenuhnya, namun paling tidak nenepis anggapan atau tundingan terhadap investasi perkebunan sawit bukan membabi buta tapi berdasarkan aturan, walau ada juga perusahaan perkebunaan kelapa sawit yg nakal.
Perkebunan Kelapa Sawit dalam hal ini dalam posisi yang tidak mengenakan padahal jelas ada pihak lain sebelum keberadaan perkebunan kelapa sawit yg tak lepas dari pihak yg mulai sejak sekitar tahun 1970 sudah melakukan eksploitasi hutan baik yang legal maupun ilegal yaitu sektor usaha perkayuan yang sekarang sejarah mereka hampir terlupakan dan sekarang sekitar 50 tahun sudah usianya beraktivitas, dan tidak dipungkiri juga kontribusinya kepada negara khususnya perusahaan HPH, IPK dan usaha sejenisnya dibidang ekeploitasi hutan/kayu, pabrik kertas dan bermacam macam Industri kayu lainnya sangat besar kontribusi baik berupa dana reboisasi (DR) dan iuran hasil hutan (IHH), pajak penghasilan (PPH) dan lainnya.
Namun Investasi Perkebunan Sawit sebagai pendatang baru berinvestasi di lokasi bekas garapan atau eksploitasi kayu yg dilakukan oleh saudara tua yaitu sektor perkayuan yg hampir terlupakan karena kehadiran sektor Perkebunan Kelapa Sawit yang saat ini perkembangannya sangat berperan dalam perekonomian Kalimantan tengah khususnya, sehingga menjadi perhatian publik.
Mungkin seperti gayung bersambut begitu eksploitasi hutan/kayu selesai dilakukan oleh usaha perkayuaan dan lahan tersebut tidak ekonomis lagi bahkan ada yg hanya semak belukar saja sektor perkebunan kelapa sawit mengambil peran untuk melakukan investasi sesuai perijinan yg betlaku agar lahan tersebut bernilai ekonomis kembali dan hijau kembali walau sifatnya tanaman homogen. (***)