Perpanjangan PPKM Disebut Semakin Persulit Rakyat

ppkm
PATROLI: Petugas Polsek Ketapang mengimbau pengunjung kafe agar mematuhi instruksi Bupati Kotim selama perpanjangan PPKM, Sabtu (17/7) lalu. (KAPOLSEK KETAPANG FOR RADAR SAMPIT)

SAMPIT – Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) menuai kritikan luas dari publik. Warga tak leluasa bergerak akibat ketatnya pembatasan. Kebijakan itu dinilai kian mempersulit masyarakat yang sudah terdampak pandemi dan sejumlah kebijakannya.

Linda, warga Kabupaten Kotawaringin Timur mengatakan, perpanjangan PPKM membuat ruang geraknya semakin dipersempit. Biaya yang dikeluarkan untuk perjalanan menuju Jawa lebih besar sebelum PPKM diberlakukan.

Bacaan Lainnya
Pasang Iklan

”Pasti sedih lah. Suami kerja di Jawa, saya kerja di sini. Bisa sebulan atau tiga bulan sekali pulang pergi menjumpai suami di Jawa atau suami yang kesini. Tarif tiket pesawat saja sudah tidak menentu. Terkadang bisa dapat harga murah, terkadang lumayan mahal. Belum lagi tes PCR harganya ratusan ribu. Ditambah lagi syarat wajib menunjukkan vaksin. Untungnya saja saya sudah divaksin,” tutur Linda yang baru mengarungi bahtera rumah tangga selama tiga bulan terakhir, Selasa (24/8).

Baca Juga :  Polisi Siap Fasilitasi Khusus Pecandu Narkoba

Tak hanya dari besarnya pengeluaran hidup yang dikeluarkan, menutur Linda, mencari kebutuhan hidup atau hanya sekadar mencari hiburan semua dibatasi. ”Mau kemana-mana juga susah. Tempat hiburan seperti bioskop juga masih banyak tutup,” ucap perempuan asal Kabupaten Mojokerto ini.

Kritikan terhadap perpanjangan PPKM juga menyebar luas di linimasa. Media sosial penuh dengan kritikan terhadap kebijakan yang belum berakhir itu.

Meski demikian, ada pula warga yang tak ambil pusing. Marliani, misalnya, mengaku tak terpengaruh terhadap kebijakan PPKM yang terus diperpanjang. Dia justru merasa lebih bersyukur karena pola hidupnya semakin teratur.

”Tak terlalu berpengaruh sih, karena jarang keluar kota. Aktivitas saya hari-hari sebagai mahasiswi yang sekarang tugasnya serba dikirim online, sambil bekerja di apotek. Pulang kerja, lalu mencari makan dan sudah terbiasa tidur tidak lewat dari jam 10 malam,” kata Marliani.

Dia mengungkapkan, sebelum pandemi, dia kerap tidur larut malam dan sering berkumpul dengan teman-teman untuk sekadar nongkrong. Ketika pemerintah melarang warga berkumpul untuk menghindari penularan Covid-19, kebiasaan hidupnya berubah.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *