PT MAP Lepas dari Pelanggaran Hukum Adat

sidang adat
SIDANG ADAT: Majelis Sidang Adat Dayak Kerapatan Mantir/Let Perdamaian Adat Dayak Kecamatan Kotabesi menggelar sidang adat antara warga dengan perusahaan perkebunan. (Istimewa)

SAMPIT, radarsampit.com – Sidang laporan pelanggaran adat yang diduga dilakukan perusahaan perkebunan PT Mulia Agro Permai (MAP) masuk babak akhir.

Majelis Sidang Adat Dayak Kerapatan Mantir/Let Perdamaian Adat Dayak Kecamatan Kotabesi, Kabupaten Kotawaringin Timur, menyatakan tidak ada pelanggaran adat yang dilakukan perusahaan tersebut.

Bacaan Lainnya

Dalam sidang adat yang dipimpin Damang Kepala Adat Kecamatan Kotabesi Bambang Hermanto itu, menjatuhkan putusan adat berupa mendorong pemerintah daerah untuk segera menyelesaikan tuntutan Kanel Alang terkait masalah lahan yang kini sudah berjalan. Kanel Alang merupakan pelapor perkara itu.

”Tidak ditemukan pelanggan adat dari tergugat (PT MAP) dan hanya sebatas menghargai kearifan lokal dan budaya luhur masyarakat,” kata Bambang Hermanto dalam amar putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Kerapatan Adat, Kamis (25/4/2024).

Meski demikian, PT MAP dijatuhi denda sesuai Pasal 96 tentang Belum Bahadat sebesar 40 katiramu atau jika diuangkan sebesar Rp10 juta. Dalam pertimbangannya, Hakim Kerapatan Adat menilai ada etika dan niat baik kedua belah pihak untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Baca Juga :  Kematian Ikan Budidaya di DAS Arut Masih Berlanjut

Dalam perkara itu, PT MAP dilaporkan secara adat oleh Kanel Alang dan disidang secara adat oleh Kerapatan Mantir/Let Perdamaian Adat Dayak di aula Kantor Kelurahan Kotabesi Hulu.

Kanel Alang melalui kuasanya, Bambang, menyebut, gugatan secara adat tersebut mereka layangkan atas dugaan masalah penutupan Sungai Ubar. Sungai itu selama ini jadi tempat masyarakat melakukan berbagai kegiatan, mulai dari berburu, berladang, bercocok tanam, dan kegiatan lainnya.

Sementara itu, PT MAP melalui kuasa hukumnya Elson IP mengatakan, pihaknya tidak merasa melakukan pelanggaran adat, karena lahan yang dikuasai tidak didapat dari awal, namun hasil take over.

”Masalah sejarah sungai dan lain-lain dan ini berproses di pemerintah daerah,” tegasnya.

Elson menuturkan, pihaknya mengikuti proses adat dengan harapan bisa menggali keadilan secara adat. Adapun terkait putusan itu, PT MAP maupun Kanel Alang menyatakan menerima. (ang/ign)



Pos terkait