Bahkan, ungkapnya, ada pula anak-anak di bawah umur yang terjebak rayuan manis muncikarinya. Dari penglihatannya, ada lima orang perempuan yang masih di bawah umur.
”Mungkin tak hanya lima, karena yang saya lihat itu hanya sekitar jalur satu. Belum termasuk jalur-jalur yang lain. Mungkin masih banyak lagi anak di bawah umur yang diperjualbelikan. Saya pernah nanya ke anak di bawah umur itu, kenapa bisa sampai sini, kan belum punya KTP. Ternyata Winda-lah yang mengurus pemalsuan KTP, sehingga mereka semua bisa lolos dan sampai kemari,” ujarnya.
Dari pengamatannya, ada lebih dari 20 pintu karaoke yang tersedia di lokalisasi Km 12. Para wanita penghibur diberi fasilitas ruangan dilengkapi tempat tidur empuk, lemari kayu kecil, dan kipas.
Setiap bangunan berkonstruksi beton sederhana. Fasilitas itu didapatkan tidak gratis. Setiap PSK wajib menebusnya.
”Semua fasilitas yang ada dikamar itu dijadikan utang. Semua itu harus dibayar. Muncikari itu menyebut utang saya sampai Rp 13 juta. Saya kaget. Dari mana saya punya utang sebanyak itu? Ternyata, kasur, kipas, lemari, biaya perjalanan, biaya makan per bulan Rp 700 ribu, semua itu dihitung sebagai utang,” katanya.
”Saya baru bayar Rp 5 juta dan belum saya lunasi. Ada juga yang punya utang sampai Rp 15 juta ke atas. Saya juga heran, bagaimana cara perhitungannya. Hutang berlipat ganda begitu,” tambahnya.
Salimar menuturkan, perjalanan pahit dan terburuk yang tak pernah dapat ia lupakan sepanjang hidupnya adalah terjebak menjadi PSK di daerah asing. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Salimar terpaksa harus melayani pria hidung belang dari berbagai usia kisaran 38-60 tahun.
Salimar mengaku bukanlah perempuan yang senang bersolek. Dia tak pernah mau berpakaian seksi. Dirinya bekerja tanpa polesan dan hanya memakai pakaian yang tak mengundang berahi lelaki. Gara-gara perilakunya itu, namanya tak eksis dan tak laris. Dia hanya melayani tamu minimal seminggu satu kali.
”Saya ini bukan perempuan yang laris, karena saya tak pernah mau dandan. Tak mau pakai baju seksi, tak bisa merayu. Jadi, setiap minggu saya hanya menerima tamu sekali. Itu pun kebanyakan saya tolak,” ujarnya.