SAMPIT – Sengketa antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat seakan tidak ada habisnya. Lahan seluas 53 hektare milik Durasid dengan perusahaan perkebunan di Desa Baampah, Kecamatan Mentaya Hulu, belum selesai meski besengketa selama 18 tahun.
Durasid cs mengaku sebagaian dari areal itu diwariskan kepada anaknya, Maslia. Pihak Maslia kini tengah menuntut penyelesaian maupun ganti rugi. Namun, dia kebingungan menuntut hak tersebut.
Apalagi pihak perusahaan yang menguasainya enggan membayar ganti rugi. Alhasil, mereka memutup areal tersebut supaya ada penyelesaian dari perusahaan.
Hartono, Damang Kepala Adat Kecamatan Mentaya Hulu mengatakan, lahan atas nama Durasid seluas 53 hektare yang telah ditanami sawit oleh perusahaan. Ahli waris menuntut ganti rugi kepada pihak perusahaan.
Dilokasi itu ada kuburan yang menjadi salah satu bukti historis kepemilikan Maslia. ”Hingga saat ini belum ada kejelasan terkait permasalahan ini. Berkali-kali sudah masuk mediasi, namun belum juga ada penyelesaiannya,” kata Hartono.
Damang menjelaskan, mereka memiliki bukti kepemilikan tanah adat seluas 53 hektare tersebut. Dia berharap perusahaan mengganti rugi tanah kepada para ahli waris.Kasus tersebut sempat ditangani kepolisian, namun kedua belah pihak tetap ngotot sama-sama memiliki hak atas tanah tersebut.
Bahkan, lanjutnya, pihak perusahaan berencana menyampaikan didalam mediasi tersebut akan membawa permasalahan ke ranah hukum positif.
”Sudah 18 tahun perusahaan menyerobot disini. Selama ini perjuangan kami menuntut hak tidak ada pernah selesai dan tidak membuahkan hasil. Tidak banyak kami minta, itu saja yang adil,” kata Damang.
Sementara itu, Kepala Desa (Kades) Baampah Rahmad juga memastikan lahan tersebut milikDurasid. ”Saya selaku kades, tentunya membenarkan tanah tersebut memang milik mereka, karena didukung dengan seluruh keterangan saksi sebatas. Beberapa kades sebelumnya juga menyatakan hal serupa, sementara tanah diwilayah setempat digarap perusahaan tanpa penyelesaian ganti rugi,” jelasnya.