Dia juga tak terima suaminya disebut buronan. Pasalnya, saat itu posisi suaminya sudah jelas, berada di Jakarta. Ponselnya selalu aktif. Asang bahkan mengunggah aktivitasnya di Jakarta melalui media sosial.
”Dia tidak tidak melarikan diri, tapi mencari keadilan di Jakarta. Untuk membuktikan bahwa status tersangka itu tidak benar,” tegasnya.
Ketua RT 2 Desa Sei Nanjan Agung Kramajaya menuturkan, nama Asang sudah membumi di Katingan Hulu. Sosoknya dikenal ramah dan murah senyum. Selain itu, sering membantu warga yang kesulitan keuangan.
”Bahkan, jika utangnya itu tak seberapa nilainya, Haji Asang justru mengikhlaskannya. Anggapan kami dari masyarakat, tak masuk akal Asang jadi tersangka. Hanya saja, kami serahkan lagi kepada aparat penegak hukum bagaimana memprosesnya lebih lanjut. Yang jelas, keadilan harus benar-benar diterapkan. Kami berharap agar pedang keadilan jangan tajam ke bawah, tumpul ke atas,” kata Agung.
Agung juga sempat menuliskan kegelisahannya terkait kasus itu melalui media sosial. Dia menilai ada kezaliman dan penindasan yang nyata terhadap Hernadie dan Asang. Hal yang jelas sudah benar, justru dicari kesalahannya.
”Untuk sebelas kades jalur Sungai Sanamang, masih adakah rasa kemanusiaan dan hati nurani bersih yang tersisa? Sehingga begitu teganya bersatu untuk menggilas sesama yang kita semua tahu, adalah putra Katingan Hulu, H Asang Triasa. Kontribusi untuk daerah kita, terutama di bidang ekonomi sangat kita rasakan. Berapa ratus lembar nota bon (utang, Red) masyarakat yang dibantunya kepada sesama,” ujarnya.
Kemampuan Haji Asang secara keuangan dan sering membantu warga itu, lanjut Agung, menjadi alasan memberikan kepercayaan padanya untuk membuat kembali jalan penghubung antardesa.
”Bila memang kita tidak setuju, kenapa waktu di gedung Hasupa Hasundau (pertemuan) dulu kita semua setuju? Saya waktu itu ikut hadir. Setelah mufakat selesai, kita sama-sama dengan mantan camat (Hernadie, Red), menghadiri syukuran kades juga. Tak ada selisih paham. Tak ada silang sengketa. Kenapa setelah pekerjaan selesai, malah keberatan membayarnya? Kenapa seorang WNI yang terima upah sebagai kuli, menyandang status tersangka? Apa yang dikorupsinya? Secara akal sehat, desa lah yang pegang uang. Apakah proses penerimaan DD/ADD memang sudah sesuai? Apakah proses belanja barang sudah sesuai?” kata Agung.