SAMPIT, radarsampit.com – Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kotawaringin Timur tahun 2024 akhirnya ditetapkan sebesar Rp 3.341.890. Naik sebesar 2,33 persen atau Rp76.029 dari UMK 2023 yang sebesar Rp3.265.859.
Hal tersebut disepakati dalam rapat yang digelar Dinas Ketenegakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kotim bersama anggota Dewan Pengupahan Kotim. Mereka sepakat menggunakan formula perhitungan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.
Usulan penetapan UMK 2024 berlangsung selama sekitar dua jam di aula lantai III Mal Pelayanan Publik. Penetapan UMK itu ditandatangani anggota dewan pengupahan, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Serikat Pekerja Nusantara, Serikat Buruh, Apindo, sejumlah perwakilan perusahaan perkebunan sawit, dan SOPD terkait.
”Upah Minimum Kabupaten (UMK) untuk Kotim sudah kita sepakati bersama dalam rapat bersama anggota dewan yang berlaku bagi pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun. Bagi pekerja di atas satu tahun, besaran kenaikan upah tahun 2024 di Kotim didasari atas hasil kesepakatan antara pihak pengusaha dan pihak ketiga,” kata Johny Tangkere, Kepala Disnakertrans Kotim, Kamis (23/11).
Perusahaan yang telah memberi upah kepada pekerjanya di atas ketentuan UMK, tidak diperbolehkan menguranginya. UMK 2024 berlaku terhitung 1 Januari 2024 di wilayah Kotim.
”Hasil kesepakatan rapat bersama dewan pengupakan dalam penetapan UMK 2024 akan diserahkan Bupati Kotim untuk mendapat rekomendasi yang selanjutnya dilaporkan ke Gubernur Kalteng melalui Disnakertrans Kalteng yang akan ditetapkan SK UMK di seluruh kabupaten se-Kalteng paling lambat 30 November 2023 ini,” kata Johny.
Johny Tangkere mengatakan, rumus formula penghitungan dan penetapan UMK berbeda dibandingkan tahun sebelumnya yang mengacu Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023. Tahun ini, rumus formula penghitungan mengacu sesuai PP Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan dan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
”UMK 2024 yang sudah ditetapkan ini wajib bagi pelaku usaha menengah ke atas yang nilai asetnya di atas Rp500 juta sampai Rp10 miliar dan omsetnya Rp2,5-50 miliar. Tidak wajib bagi mikro kecil, usaha kecil modalnya Rp50-500 juta dan asetnya Rp300 juta-2,5 miliar. Upah pada usaha mikro dan usaha kecil ditetapkan sesuai kesepakatan antara pengusaha dan pekerja dengan ketentuan paling sedikit Rp50 persen dari rata-rata konsumsi masyarakat di tingkat provinsi dan paling sedikit 25 persen di atas garis kemiskinan tingkat provinsi,” jelas Johny.