”Ada beberapa institusi yang memiliki data ini, yaitu KPU, Dukcapil, Bawaslu, bisa jadi juga partai politik dan lembaga lain. Sepertinya perlu diaudit satu per satu agar tahu dimana kebocorannya.” imbuhnya.
Apalagi, data yang disampaikan berbasiskan data lintas provinsi. Meski demikian, untuk dapat dipastikan dari mana sumber kebocoran, Ibnu menyarankan pemerintah harus melakukan digital forensik. Sehingga klir dan tidak saling curiga.
Dia menambahkan, kasus ini memperpanjang rentetan kasus-kasus kebocoran data yang kian masif. Dia mendesak agar Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) bisa segera disahkan. Sehingga upaya perlindungan jauh lebih kuat.
”Kalau ada UU itu kewajiban negara untuk mengejar, bukan hanya peretas tapi sumber kebocoran. Nanti pihak yang menjadi pemegang harus tanggungjawab bahkan bisa pidana,” imbuhnya. (far/bay/jpg)