Di samping itu, bahan lantai, dinding, atau atap tidak memenuhi standar layak huni dengan luas lantai paling rendah 36 meter persegi dan paling tinggi 45 meter persegi serta tidak mempunyai kamar tidur, kamar mandi, cuci dan kakus (MCK).
“Yang pasti status rumahnya merupakan rumah satu-satunya tidak ada rumah lain, rumahnya tidak layak huni, memiliki KTP dan KK, sudah menikah, punya surat tanah baik berupa SKT atau sertifikat, memiliki penghasilan dibawah upah minimum kabupaten (UMK) dengan dibuktikan dari keterangan desa, serta sudah melalui usulan pihak desa,” ujarnya.
Sedangkan, mengenai persyaratan pembangunan baru kurang lebih sama seperti kategori peningkatan kualitas rumah. “Calon penerima bantuan harus dapat membuktikan bahwa yang bersangkutan belum pernah mendapatkan bantuan dana BSPS atau bantuan yang serupa. Penerima bantuan juga harus bersedia berswadaya dengan membentuk kelompok dengan pernyataan tanggung renteng,” jelasnya.
Lebih lanjut, Arda mengatakan ditahun ini empat warga di Kotim juga mendapatkan bantuan program peningkatan rumah tidak layak huni dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
Penerima bantuan tersebar di Desa Pelangsian yang saat ini masih dikerjakan dengan progress 30 persen, di Kotabesi Hulu dengan progress 20 persen, di Desa Luwuk Ranggan dengan progress pembangunan 40 persen dan Kelurahan Baamang Hulu 15 persen.
“Bantuan program rumah sehat dari Baznas ini termasuk Corporate Social Responsibility (CSR). Konsepnya sama seperti program PBRS, Cuma Baznas yang membeli bahan material dan menyiapkan tukangnya. Kami hanya membantu rencana anggaran biaya (RAB),” ujarnya.
Masing-masing penerima bantuan mendapatkan sebesar Rp 25 juta yang secara rinci dibagi untuk belanja material sebesar Rp 20 juta dan Rp 5 juta untuk biaya upah tukang.
“Pekerjaan sudah dimulai Oktober dan sama-sama ditarget selesai Desember bulan depan,” tandasnya. (hgn/yit)