PALANGKA RAYA – Perbedaan penanganan dugaan korupsi dalam satu objek perkara yang sama terjadi antara dua institusi penegak hukum di Kalimantan Tengah. Kejaksaan Tinggi dan Polda Kalteng menanggapi berbeda laporan dugaan korupsi penyalahgunaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kecamatan Katingan Hulu terkait pembangunan jalan antardesa di wilayah tersebut.
Laporan tersebut disampaikan Asang Triasha, kontraktor proyek pembangunan jalan sepanjang 43 km yang menghubungkan sebelas desa di Kecamatan Katingan Hulu, Kabupaten Katingan pada 2020 lalu. Proyek jalan yang membentang dari Kelurahan Tumbang Sanamang menuju Kiham Batang itu dibayar dari patungan sebelas desa. Dana yang dihabiskan sebesar Rp 4.071.780.000.
Asang awalnya melaporkan sembilan kades di wilayah itu yang tidak membayar hasil kerjanya membangun jalan yang diminta ke Kejati Kalteng pada 2 Februari 2021. Sembilan kades tersebut dilaporkan dengan tuduhan dugaan korupsi dana desa untuk pembangunan jalan yang harusnya dibayarkan pada Asang.
Kades yang dilaporkan, yakni AS (Kades Tumbang Kabayan, J (Kades Sei Nanjan), R (Kades Rantai Bahai), SU (Kades Rantau Puka), SA (Kades Tumbang Kuai), R (Kades Kuluk Sapangi), SH (Kades Dehes Asem), K (Kades Rangan Kawit), dan Ho (Kades Desa Kiham Batang). Dua kades lainnya tak dilaporkan karena dinilai sudah membayar kewajibannya, yakni Kades Telok Tampang dan Tumbang Salaman.
Alih-alih laporannya ditangani, Kejati Kalteng justru menetapkan Asang sebagai tersangka pada 4 Februari 2022. Hampir setahun setelah dia melaporkan perkara itu pada 21 Februari 2021. Asang menyusul Hernadie, mantan Camat Katingan Hulu yang yang lebih dulu ditetapkan tersangka.
Hernadie jadi pesakitan dengan tuduhan memaksa sebelas kades di sepanjang aliran Sungai Sanamang untuk mengalokasikan Dana Desa dalam APBDes 2020, masing-masing sebesar Rp 500 juta untuk membuat jalan tersebut. Hernadie didakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, yakni Asang Triasha sebesar Rp 2.107.850.000.