Agus menuturkan, harusnya lembaga legislatif bisa akur dan harmonis seperti sediakala. Namun, situasi belakangan ini terus menyulut polemik. Rencana untuk melengserkan Ketua DPRD yang sah secara hukum dinilai sudah salah besar.
”Marilah kita berpikir yang arif dan bijaksana. Berpikir secara profesional dan tidak lepas dari konstitusi kita. Kita ini sudah tua-tua. Dilihat secara publik tidak bagus. Malu sama rakyat,” ujarnya.
Agus menambahkan, karut marut DPRD Kotim merupakan imbas dari masalah AKD akibat ketidakpahaman sejumlah anggota itu sendiri. Proses AKD dari awal dinilai salah. Hasilnya pun jadi lebih salah.
”Coba cari di seluruh Tanah Air. Ada tidak anggota fraksi dan anggota DPRD tidak masuk AKD. Coba cari se-Indonesia. Ini sudah jelas salah,” ujar Agus.
Pernyataan Agus tersebut dilatari empat SK AKD yang diterbitkan DPRD Kotim tanpa persetujuan Ketua DPRD, yakni tidak menyertakan anggota DPRD dari PDIP dan Demokrat. Dari 40 anggota DPRD dalam SK tersebut, susunan AKD hanya berjumlah 28 orang.
Menurut Agus, Rinie berusaha meluruskan hal yang salah dan di lembaga tersebut dalam penyusunan AKD. Kondisi demikian bisa berujung hukum di kemudian hari. Karena itulah Rinie mengeluarkan surat yang menunda semua kegiatan lembaga.
”Wajar dong ketua melakukan hal demikian. Jangan remehkan Ketua Dewan yang kini selalu lemah lembut dan penyabar. Perlu diketahui, kader PDI Perjuangan menjalankan tugas secara profesional sesuai dengan aturan. Karena salah, ya diluruskan,” kata Agus yang sebelumnya menjabat Ketua Komisi I ini. (ang/ign)