Gasak Lahan Transmigrasi, Warga Gugat Perkebunan, Ramai-Ramai Datang ke Pengadilan

warga gugat perkebunan
PERJUANGKAN HAK: Warga Desa Waringin Agung, Kecamatan Antang Kalang, hadir dalam sidang di PN Sampit terkait gugatan terhadap PT BUM, kemarin (6/4). (RADO/RADAR SAMPIT)

SAMPIT, radarsampit.com – Warga Desa Waringin Agung, Kecamatan Antang Kalang, resmi menggugat perkebunan kelapa sawit, PT Bangkitgiat Usaha Mandiri (BUM), anak perusahan dari NT Corps. Warga ingin lahan mereka yang digasak perusahaan dikembalikan. Lahan itu diberikan negara melalui program transmigrasi.

Gugatan tersebut mulai bergulir di Pengadilan Negeri Sampit. Puluhan warga Desa Waringin Agung yang hadir menyuarakan penolakan terhadap PT BUM. Mereka melawan perusahaan melalui kuasa hukumnya, Melkianus.

Bacaan Lainnya

”Persidangan hari ini masih perdana. Hanya saja, tergugat I (PT BUM) belum hadir, jadi sidang ditunda sampai tanggal 11 Mei,” kata Melkianus, kemarin (6/4).

Melkianus menjelaskan, persoalan tersebut berawal dari sikap PT BUM yang menguasai dan menanam areal sekitar 104 hektare di lahan warga. Lahan itu sejatinya sudah diserahkan pemerintah kepada Desa Waringin Agung.

”Tanah itu adalah cadangan transmigrasi yang sudah diserahkan Departemen Transmigrasi dan sekarang masuk wilayah Desa Waringin Agung. Lahan tersebut hak sepenuhnya desa dan itu diberikan negara. Hak desa atas lahan itu seluas 103 hektare,” ujar Melkianus.

Baca Juga :  Bupati Pimpin Kerja Bakti Cegah Banjir di Permukiman 

Menurut Melkianus, perjuangan warga desa tidaklah mudah. Sejak 2014, mereka terus berjuang agar lahan itu dikembalikan kepada Desa Waringin Agung, namun selalu menemui jalan buntu.

Lahan tersebut kini telah ditanami kelapa sawit. Di sisi lain, pihak perusahaan tidak merasa lahan tersebut milik warga desa. PT BUM mengklaim lahan tersebut dengan modal izin dan dokumen lainnya.

Kepala Desa Waringin Agung Muhadi menegaskan, pihaknya hanya mempertahankan hak desa yang lebih dulu diberikan oleh pemerintah. ”Lahan itu milik kami berdasarkan surat-surat yang sudah ada,” ujarnya.

Muhadi menuturkan, pihaknya telah memperjuangkan hak desa tersebut melalui berbagai cara, termasuk melapor hingga ke Komnas HAM. Pihaknya juga hanya mendapatkan janji tertulis dari perusahaan untuk memberikan perhatian khusus terkait persoalan itu, termasuk program CSR. ”Tapi itu semuanya tidak ada realisasinya,” kata Muhadi. (ang/ign)



Pos terkait