Harmoni Spiritual dan Ekonomi dalam Perayaan Lebaran

Liputan Khas Ramadan 1446 Hijriah (28)

pasar ramadan
PERGERAKAN EKONOMI: Wakil Bupati Kotim Irawati saat mengunjungi Pasar Ramadan di kawasan Taman Kota Sampit, beberapa waktu lalu.DOK. YUNI PRATIWI/RADAR SAMPIT

Sebentar lagi, umat Islam di seluruh dunia akan menyambut hari raya Idulfitri, sebuah momen penuh sukacita yang menandai berakhirnya bulan Ramadan.

=======

Bacaan Lainnya

Bagi masyarakat Indonesia yang kaya akan keberagaman etnis, budaya, bahasa, dan keyakinan, Lebaran bukan sekadar perayaan spiritual umat Islam. Ia telah menjelma menjadi ruang kebersamaan nasional yang memancarkan nilai-nilai kemanusiaan, solidaritas, dan kesejahteraan sosial lintas iman.

Di berbagai sudut negeri, semua bisa menyaksikan betapa Ramadan dan Lebaran disambut bukan hanya oleh umat Islam, melainkan juga oleh warga dari agama-agama lain.

Setiap sore menjelang berbuka, suasana di jalan-jalan begitu hangat, kerap kali sekelompok warga, tanpa memandang agama, dengan penuh suka cita membagikan takjil kepada siapa saja yang lewat.

Di situlah keindahan Indonesia menemukan bentuknya, dalam tindakan sederhana namun bermakna, dalam keramahan yang lintas batas keyakinan.

Baca Juga :  Berbincang dengan Calon Jemaah Haji Tertua dan Termuda asal Kotim

Umat Nasrani, Hindu, dan Buddha turut hadir dalam semangat berbagi ini, memperkuat akar toleransi yang sudah mengakar dalam kultur bangsa.

Harmoni semacam itu juga tercermin dalam kehidupan keluarga Presiden Prabowo Subianto. Ayahnya, Prof. Sumitro Djojohadikusumo yang akrab disapa Pak Cum adalah seorang Muslim Jawa dari Banyumas. Ibunya berasal dari suku Minahasa dan menganut Kristen.

Menantu Pak Cum pun datang dari latar belakang keyakinan dan kebangsaan yang beragam, termasuk Katolik dan Prancis.

Perayaan Lebaran di tengah keluarga seperti ini bagaikan pelangi yang merangkul perbedaan, menandai bahwa Ramadan dan Idulfitri bukan sekadar ritual, melainkan juga perayaan keberagaman yang menyatukan.

 

Aspek Spiritual

Secara spiritual, Lebaran menjadi puncak refleksi setelah sebulan penuh berpuasa. Tradisi mudik, misalnya, tidak hanya dimaknai sebagai perjalanan fisik pulang ke kampung halaman, tetapi juga simbol kembalinya seseorang pada nilai-nilai dasar kehidupan, kasih sayang, kerendahan hati, dan pengakuan terhadap relasi sosial.

Lebaran menjadi kenduri massal bangsa, saat budaya dan agama berpadu dalam semangat silaturahmi dan saling menguatkan.



Pos terkait