HEBOH!!! Layu Jelang Pemilu, Sejumlah Bacaleg di Kotim Bersiap Undur Diri gara-gara Ini

ilustrasi gagal caleg
Ilustrasi. (M Faisal/Radar Sampit)

Sekretaris DPD Golkar Kotim Joni Abdi menolak keras wacana tersebut. Baginya, hal itu merupakan kemunduran pelaksanaan demokrasi.

”Pada prinsipnya tidak sependapat dan secara pribadi menolak sistem pemilu tertutup yang hanya mencoblos tanda lambang partai. Sistem dengan suara terbanyak seperti sekarang sudah sangat ideal,” tegasnya.

Bacaan Lainnya
Pasang Iklan

Menurutnya, dengan sistem terbuka, masyarakat bisa leluasa memilih wakilnya yang duduk di DPRD. Hal itu juga memudahkan masyarakat berkomunikasi dengan figur yang mereka kehendaki menjadi wakilnya untuk menyampaikan aspirasi.

”Dengan sistem terbuka masyarakat, akan lebih leluasa memilih figur yang akan menjadi wakil mereka. Lebih baik begitu,” ujarnya.

Dia melanjutkan, sebuah keputusan akan ada konsekuensinya. Dengan sistem pemilihan tertutup, partai bisa menempatkan kader terbaik yang memang sungguh-sungguh berjuang untuk partai, sementara sistem pemilihan suara terbanyak juga ada keuntungan. Kader yang duduk tidak ditentukan berdasar nomor urut, namun murni pilihan masyarakat.

Baca Juga :  Masih Asyik Terlelap, Motor Wakil Digasak Pria Berjaket Hitam

Di tingkat nasional, delapan fraksi DPR RI kompak menyatakan sikap ingin tetap sistem pemilu proporsional terbuka pada Pemilu 2024. Mereka mendesak Mahkamah Konstitusi tetap konsisten terkait sistem pemilu proporsional tertutup.

Delapan fraksi tersebut, yakni Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Hanya fraksi PDIP yang tidak ada dalam pernyataan sikap bersama tersebut.

Delapan fraksi tetap ingin mengacu pada Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008, dengan mempertahankan pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7/2017 sebagai wujud menjaga kemajuan demokrasi Indonesia.

”Kami meminta Mahkamah Konstitusi untuk tetap konsisten dengan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008, dengan mempertahankan pasal 168 ayat (2) UU No.7 tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia,” demikian bunyi pernyataan sikap delapan fraksi.



Pos terkait