Setiba di lokasi, T masuk rumah J. Kemudian, J menelepon E agar menjemput T.
Setelah T dijemput oleh E, J memberikan uang kepada E Rp 200 ribu. Sedangkan T diberi uang Rp 100 ribu.
Kemudian, pada Kamis (15/2) sekitar pukul 20.30, E mengajak anaknya kembali untuk melakukan ritual dengan J
Aksi serupa dilakukan kembali pada Jumat (16/2) sekitar pukul 10.30. E mengantarkan T ke rumah J untuk melakukan ritual.
”Setelah itu, J memberikan uang senilai Rp 200 ribu kepada pelaku E dan pelaku memberikan uang kepada anaknya senilai Rp 100 ribu,” ungkap mantan Kapolsek Kota Sumenep itu.
Selanjutnya, Sabtu bulan Juni 2024 sekitar pukul 14.30, J mengajak E dan T ke salah satu hotel di Surabaya.
Ajakan J dengan tujuan melakukan ritual kembali. J beralasan supaya ritual tersebut cepat selesai dan segera mendapatkan sepeda motor vespa.
E bersama T berangkat ke Surabaya dengan naik bus. Setiba di Surabaya, E dan T menuju hotel. Mereka dipesankan kamar oleh J.
Sekitar pukul 23.40, J masuk ke kamar E dan T. Setelah peristiwa bejat itu terjadi, J memberikan uang kepada E senilai Rp 500 ribu dan Rp 200 ribu untuk T.
Setelah kejadian pertama di Surabaya itu, J mengajak kembali kepada E untuk melakukan ritual dengan T.
Setelah itu, J kembali memberikan uang kepada E sebesar Rp 1 juta. Sedangkan T diberi Rp 200 ribu.
Peristiwa tak patut ditiru itu kembali terulang pada Juli 2024. J kembali mengulangi perbuatannya dengan T dan E.
Lagi-lagi, J memberikan uang Rp 1 juta kepada E dan Rp 200 ribu untuk T.
Atas perbuatannya, E yang merupakan ibu kandung T dijerat pasal 2 ayat (1), (2) UU 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Dia terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara. Sedangkan J dijerat pasal 81 ayat (3) (2) (1), 82 ayat (2) (1) UU 17/2016 Perubahan atas UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak. (*)