BEM UNISKA merumuskan tiga tuntutan utama dalam pernyataan sikapnya. Pertama, mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk mengusut tuntas kasus ini dengan profesionalisme dan membuka hasil penyelidikan kepada publik.
Kedua, memastikan keluarga korban mendapatkan keadilan serta menghindari adanya pihak yang dirugikan dalam proses hukum.
Ketiga, mengajak mahasiswa dan masyarakat luas untuk mengawal perkembangan kasus ini demi memastikan adanya kepastian hukum yang jelas.
Anzari menekankan, kejanggalan dalam kasus ini tidak boleh diabaikan. “Kami mendesak APH untuk memberikan kepastian hukum atas kejanggalan yang terjadi. Setiap orang berhak atas keadilan,” tegasnya.
Wakil Presiden Mahasiswa Uniska, Arzeti Syabina juga menyuarakan perspektif perempuan. Ia menambahkan bahwa kasus ini harus dipandang pula dari sisi hak asasi manusia.
“Nyawa yang hilang dengan kejanggalan seperti ini tidak boleh dibiarkan tanpa keterangan. Keadilan harus ditegakkan, terutama untuk perempuan yang sering menjadi kelompok rentan,” ujarnya.
Selain mengangkat isu keadilan, BEM Uniska juga menyoroti perlindungan terhadap jurnalis. Mereka menyerukan pentingnya keamanan dan jaminan keselamatan bagi para wartawan saat menjalankan tugas.
“Media dan pihak berwenang harus memastikan perlindungan bagi jurnalis, termasuk penerapan standar keselamatan kerja. Mereka memiliki hak untuk bekerja tanpa rasa takut atau ancaman,” katanya.
BEM Uniska berharap penyelidikan ini tidak hanya mengungkap kebenaran, tetapi juga menjadi refleksi penting bagi penegakan hukum di Indonesia. “Kami tidak ingin kasus ini menjadi preseden buruk, di mana nyawa seseorang hilang tanpa kejelasan. Setiap nyawa memiliki nilai yang harus dihormati,” tutup Anzari. (rb/jpg)