Faris mengatakan, menjadi pedagang pentol hanyalah pekerjaan sampingan untuk mengisi waktu luang. Pasalnya, pemuda itu masih kuliah semester 4 Jurusan Transportasi di Universitas Maritim Amni Semarang.
”Selama pandemi Covid-19 ini kuliahnya secara online. Bosan juga kalau tak ada yang dikerjain. Jadi saya mulanya jualan pentol melalui pemesanan online. Karena, keteteran menghadapi pelanggan dan mengantarnya jauh, akhirnya membuka usaha langsung,” ucap anak pertama dari tiga bersaudara ini.
Usaha dagang pentol tak dilakukannya sendiri. Faris dibantu orang tuanya, Haryanto dan Sarmini. Kedua orang tuanya sudah lebih dulu merantau ke Kota Sampit sejak tahun 1998 dan membuka usaha rumah makan di lokasi itu.
”Dulu saya pindah-pindah, sampai bisa beli bangunan di sini. Usaha rumah makan sampai sekarang,” kata Sarmini.
Perantauan asal Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah ini memberanikan diri berusaha dagang bakso. Setiap hari dia memproduksi 18 kilogram daging pentol yang disajikan dalam bentuk bakso. Dia juga menyajikan menu lalapan aneka lauk-pauk.
”Usaha pentol ini sudah turun-temurun. Bakso di Jalan Pelita itu punya saudara, bakso di Pundu juga punya saudara. Jadi, sekeluarga di Sampit usahanya jual bakso,” katanya.
Sarmini sengaja mengajarkan anak-anaknya agar mandiri dengan berusaha membantu orang tua berjualan bakso. ”Buat sekadar tambahan uang jajan anak-anak saja, biar merasakan gimana orang tua berusaha. Faris kan kuliahnya online selama musim korona ini. Daripada dia tak ada aktivitas, saya ajarkan berusaha dagang pentol. Tapi, bukan prioritas. Kalau kuliahnya sudah masuk, tetap saya utamakan pendidikan anak dulu,” pungkasnya. (***/ign)