Solusi untuk hal tersebut, kata Rihel, harus dirapatkan bersama dengan pihaknya terkait, termasuk menghadirkan para saksi.
Namun, Rihel menekankan, persoalan ini tidak bisa selesai jika aktor utama yang memproduksi dokumen palsu tidak ditindak. Bahkan, dirinya tidak menampik jika praktik mafia tanah pun masih ada.
”Yang perlu dikejar itu bukan hanya pemakainya, tapi siapa yang membuat dokumen itu. Karena tidak menutup kemungkinan masih ada (mafia tanah). Kalau tidak ditelusuri, mereka akan terus memproduksi dokumen seperti ini,” tegasnya.
Rihel juga menyinggung bahwa di masa lalu, proses pembuktian klaim tanah bisa dilakukan dengan sumpah adat.
”Kalau di kampung dulu, kami biasa pakai sumpah potong rotan. Itu cara paling tinggi untuk membuktikan kebenaran. Kalau sekarang, ya mungkin bisa pakai sumpah pocong, biar orang jujur atau tidaknya bisa dilihat. Tapi, sekarang tentu pendekatannya harus lebih rasional dan administratif,” katanya. (yn)