”Katanya pemerintah tidak ada dana. Kami dulu itu bayar sebulan sampai Rp 2 juta sanggup saja, karena memang penghasilannya sudah jelas. Kalau di sini sampai bayar kami berpikir untuk jualan,” kata perempuan yang sudah belasan tahun berjualan di Pasar Ramadan ini.
Jubaenah berharap Pemkab Kotim memasang spanduk agar masyarakat Kotim mengetahui ada Pasar Ramadan. ”Banyak yang tidak tahu ada pasar di sini. Mudah-mudahan bisa dipasang spanduk supaya masyarakat tahu di sini ada Pasar Ramadan,” harapnya.
Pedagang lainnya mengaku mengalami hal sama. Pendapatan selama di Pasar Ramadan jauh dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Lokasi yang berada di dalam Taman Kota Sampit membuat pembeli enggan masuk.
”Jualan saya kurangin. Lihat jualan sepi begini. Sehari pendapatan Rp 500 ribu dan paling mentok Rp 1,5 juta. Dulu jualan di Pasar Ramadan di pinggir taman pendapatan bisa sampai Rp 3-5 juta,” ucap pedagang yang meminta namanya tak disebutkan ini.
Dia berharap tahun depan Pemkab Kotim tak lagi menetapkan area dalam Taman Kota Sampit sebagai tempat Pasar Ramadan. ”Biar seperti tahun-tahun sebelumnya saja. Bayar pun tidak apa-apa,” katanya.
Pantauan Radar Sampit, sebanyak 20 tenda yang disediakan Pemkab Kotim, sebagian kosong tanpa pedagang. Sepinya penjualan membuat 18 pedagang memilih untuk tidak berjualan.
”Banyak yang tak sanggup dan memilih tidak jualan. Mau jualan bikin kue 50, laku 10. Yang ada nombok. Boro-boro balik modal, yang ada jual rugi. Mana kue tahan cuma sehari. Apa tidak kasian dengan kami ini,” pungkasnya. (hgn/ign)