Pemkab Kotim Ditenggat Desember Tingkatkan Keaktifan Peserta JKN

119.643 Peserta JKN Kotim Tak Aktif

JKN KIS
ILUSTRASI.(NET)

SAMPIT,radarsampit.com – Sebanyak 119.643 peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang terdaftar di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kabupaten Kotawaringin Timur, tercatat tidak aktif dari total jumlah peserta 426.949 jiwa. Hal itu bisa disebabkan salah satunya karena Nomor Induk Kependudukan (NIK) KTP-el yang tidak valid.

Sekretaris Dinas Kesehatan Kotim Ali mengatakan, capaian peserta JKN di Kotim sebenarnya sudah 99,36 persen dari total penduduk di Kotim sebanyak 429.703 jiwa. Artinya, telah memenuhi Universal Health Coverage (UHC) atau cakupan kesehatan semesta yang mendapat keistimewaan dengan status non cut off (kepesertaan langsung aktif) dengan catatan jumlah peserta JKN yang aktif di atas 75 persen.

Bacaan Lainnya

”Dari 99,36 persen ini, baru 71 persen saja yang aktif. Pemkab Kotim harus meningkatkan keaktifan 16.000 peserta JKN untuk memenuhi minimal 75 persen,” kata Ali, Selasa (25/7).

Baca Juga :  Menuju Desa UHC melalui Program Pesiar

Pemkab Kotim diberikan waktu sampai 1 Agustus 2023 untuk meningkatkan keaktifan peserta JKN. ”Pejabat terkait sudah merapatkan terkait hal ini sekitar tiga minggu yang lalu. Hasil kesimpulan rapatnya masih menunggu keputusan Bupati Kotim,” kata Ali.

Apabila lewat 1 Agustus 2023, lanjut Ali, jumlah peserta JKN yang aktif tidak memenuhi 75 persen, maka peserta JKN yang tidak aktif, sewaktu-waktu menggunakan akses layanan kesehatan di puskesmas atau di rumah sakit tidak dapat ditanggung BPJS Kesehatan.

”Peserta JKN yang tidak aktif, yang mau berobat tidak bisa ditanggung BPJS Kesehatan biaya pengobatan ataupun penginapannya, karena harus menunggu pengaktifan selama 14 hari, sehingga harus bayar sendiri,” katanya.

Sebagai informasi, Pemkab Kotim merupakan salah satu dari 27 pemerintah daerah di Indonesia yang memenuhi UHC. UHC merupakan sistem kesehatan yang bertujuan untuk kesetaraan dalam mengakses layanan kesehatan. Dengan demikian, masyarakat terlindungi dari risiko finansial, memastikan bahwa biaya yang dikeluarkan tidak akan memberikan pengaruh secara signifikan pada kondisi keuangan penerima layanan.



Pos terkait