Putusan MK Perkuat Gugatan Petani Seruyan

gugatan
GUGATAN: Sidang gugatan yang diajukan petani Seruyan Abdul Fatah di Pengadilan Negeri Sampit, 31 Mei lalu.(RADO/RADAR SAMPIT )

SAMPIT – Sidang perdata gugatan petani sawit Seruyan M Abdul Fatah kepada Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya sampai pada tahapan kesimpulan. Ada beberapa poin yang ditekankan penggugat melalui kuasa hukumnya Rendra Ardiansyah.

Menurut Rendra, setelah mempelajari dan mengamati jawaban, replik, duplik, serta bukti dan saksi yang dihadirkan dalam persidangan, dalil yang disampaikan penggugat telah terbukti. Dalil gugatan penggugat diperkuat keterangan saksi yang mengetahui maupun alat bukti surat yang diajukan penggugat.

Bacaan Lainnya

”Sebagaimana dalil penggugat, bahwa tergugat mengklaim lahan milik penggugat sebagai  kawasan hutan adalah perbuatan melawan hukum. Tergugat mendasari argumennya pada hasil overlap titik koordinat dari peta lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 529/Menhut-II/2012 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Pertanian Nomor:759/KPTS-UM/10/1982 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Provinsi Kalteng,” kata Rendra.

Selain itu, lanjutnya, tergugat telah salah melakukan tindakan yang didasari Surat Keputusan Menhut Nomor: 529/Menhut-II/2012 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Pertanian Nomor:759/KPTS-UM/10/1982 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah yang tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Baca Juga :  Covid-19 Melandai, Penyakit DBD Meningkat, Ternyata gara-gara Ini

Selain itu, sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 45/PUU-IX/2011, Frasa ditunjuk dan atau dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Menurut Mahkamah, ketentuan tersebut antara lain memperhatikan kemungkinan adanya hak perseorangan atau hak pertuanan (ulayat) pada kawasan hutan yang akan ditetapkan sebagai kawasan hutan tersebut.

”Dengan demikian, jika terjadi keadaan seperti itu, maka penataan batas dan pemetaan batas kawasan hutan harus mengeluarkannya dari kawasan hutan supaya tidak menimbulkan kerugian bagi pihak lain,” jelasnya.

Dalam pertimbangan hukum pada putusan MK Nomor 45/PUU-IX/2011 poin (3.13) menyatakan, aparatur negara atau pejabat administrasi negara tidak boleh menggunakan penunjukan kawasan hutan menjadi dasar hukum untuk melakukan tindakan hukum sebelum adanya penetapan kawasan hutan. Pasalnya, hal tersebut bertentangan dengan UUD 1945, bahwa kawasan hutan akan mempunyai kepastian hukum setelah dilakukan proses pengukuhan kawasan hutan.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *